Mengintip Tradisi Ngaben di Nusa Penida, Bade Setinggi 10 Meter Diarak ke Tengah Laut
Ekspresi tidak sabar jelas di wajah para fotografer dan wisatawan ketika sempat mendengar informasi bahwa prosesi mengarak bade akan ditunda.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SEMARAPURA - Matahari beranjak meninggi di Desa Pakraman Batumulapan, Desa Batununggul, Nusa Penida, Klungkung, Bali, Rabu (26/7/2017).
Ratusan fotografer dan wisatawan berkumpul memenuhi pesisir pantai setempat.
Mereka bersiap mengabadikan rangkaian upacara pengabenan yang hanya ada di Nusa Penida, yakni mengarak bade dan petulangan di laut lepas.
Siang itu matahari cukup terasa terik di Pantai Batununggul, Nusa Penida.
Ekspresi tidak sabar jelas terlihat di wajah para fotografer dan wisatawan ketika sempat mendengar informasi bahwa prosesi mengarak bade dan petulangan akan ditunda sementara, karena pasang surut air laut.
"Pasang surut laut menjadi penentu jalannya upacara ngaben, sehingga acara sempat ditunda satu jam. Perkiraan awal ngusung bade tepat pukul 13.00 Wita, namun kondisi tidak memungkinkan," ujar Ketua Panitia Pengabenan di Dasa Pakraman Batumulapan, I Wayan Geria, Rabu (26/6/2017).
Selang sejam kemudian, suara gamelan beleganjur pun mulai terdengar riuh.
Suguhan budaya yang paling dinanti masyarakat pun tiba.
Sorak-sorai masyarakat membuat suasana semakin seru.
Tiga petulangan yang terdiri dari 2 lembu dan 1 gajah mina terlebih dahulu tiba di pesisir pantai.
Suara gamelan beleganjur yang ekpresif, membuat ratusan warga yang mengusungnya menjadi histeris.
Baca: Dua Remaja Kepergok Mojok di Kuburan: Tadi Baru Pegang-pegang Sama Peluk Pak
Mereka terjun dan berputar di laut.
Beberapa saat kemudian, tiba dua bade setinggi lebih dari 10 meter.
Pengusungnya langsung berlari ke arah laut, diikuti oleh sorak sorai warga sekitar.
Momen inilah yang ditunggu oleh warga, terutama para fotografer yang datang dari seluruh penjuru di Bali.
Mereka tidak melewatkan momen demi momen untuk mengabadikan gambar tersebut.
Tidak ada di wilayah Bali manapun selain di Kecamatan Nusa Penida, mengarak petulangan dan bade di laut.
Prosesi unik yang berlangsung selama 3 jam ini berhasil membuat wisatawan dan para fotografer kagum.
"Sebenarnya di Bali semua prosesi pengabenan sama. Namun uniknya di Nusa Penida ini juga dilakukan di laut. Selain itu, kelebihan ngaben di Nusa Penida adalah landscape alam yang sangat indah. Warna langit dipadu dengan laut yang biru dan bersih, secara fotografis akan memudahkan siapa saja untuk memotret indah saat upacara ngaben di Nusa Penida," ujar fotografer senior yang tergabung Perhimpunan Fotografer Bali (PFB), Ida Bagus Putra Adnyana.
Ia menambahkan, pemotretan ngaben di Nusa Penida menjadi luar biasa jika sudut pandang pemotretan mengabadikan semangat dari upacara tersebut.
"Secara fotografi, kita harus dapat menggambarkan sifat gotong royong spontan dan totalitas pengabdian untuk leluhur. Mengarak bade di tengah laut adalah tradisi yang luar biasa, banyak hal positif yang bisa dirasakan prosesi di laut ini. Kami sebagai fotografer, meski usia lebih dari setengah abad, tidak merasa kelelahan mengikuti prosesi ini. Baik karena keindahan alamnya, maupun semangat masyarakat yang penuh totalitas," ujar Fotografer yang lebih dikenal dengan sebutan Gustra ini.
Kepala Bidang Sumber Daya Pariwisata di Dinas Pariwisata (Disparta) Kabupaten Klungkung, Tjokorda Gde Romy Tanaya mengampaikan, pihaknya akan berusaha memasukkan tradisi ngarak bade di laut tersebut ke kalender budaya.
Apalagi, tradisi ini juga sangat jarang digelar, pelaksanaannya lima tahunan dan hanya digelar di Nusa.
Disparta akan menggandeng bendesa adat di Nusa Penida, dan menjadikan ngarak bade di laut ini untuk tradisi budaya yang menunjang kegiatan wisata di Nusa Penida. Kalangan travel agent juga akan diajak bekerjasama.
"Kami berharap tradisi ini tetap dilestarikan, karena sangat unik dan hanya ada di Nusa Penida. Mengarak bade ke tengah laut dapat menunjang kepariwisataan di Nusa Penida dan tentu ini akan kita masukkan dalam kalender acara budaya di Klungkung,” jelas Romy Tanaya.
Ngaben di Desa Pakraman Batumulapan itu diikuti oleh 16 sawa dari 118 KK Banjar Jepun.