Warga Lereng Slamet Geger, Banyak Satwa Liar Turun Gunung
Warga dusun Semaya desa Sunyalangu Karanglewas Banyumas bukan hanya dipusingkan dengan serangan babi hutan yang merusak tanaman mereka.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, BANYUMAS - Warga dusun Semaya desa Sunyalangu Karanglewas Banyumas bukan hanya dipusingkan dengan serangan babi hutan yang merusak tanaman mereka.
Warga juga mengeluhkan kemunculan kawanan kera dan lutung Jawa yang mendekati pemukiman warga.
Kera dan lutung itu biasanya muncul secara berkelompok antara 15 hingga 20 ekor. Berbeda dengan babi hutan yang merusak sawah, kawanan kera dan lutung ini menyerang tanaman buah warga, di antaranya pisang.
"Babi hutan menyerang tanaman pangan warga, kera menyerang tanaman buah-buahan, bahkan sudah sampai belakang rumah. Jantung pisang saja habis dimakan, apalagi buahnya,"kata Ranto, pemuda desa Sunyalangu, Kamis (3/8/2017).
Populasi kera yang mendekati pemukiman warga terus bertambah semenjak setahun terakhir ini.
Kawanan kera itu, kata Ranto, bahkan seringkali menunjukkan ekspresi perlawanan saat hendak didekati warga.
Meski tak merusak sawah warga, kawanan kera itu tak kalah mengkhawatirkan jika memasuki perumahan warga yang banyak anak-anak.
Selain babi hutan dan kera, Ranto menyaksikan jenis satwa liar lainnya mulai hengkang dari habitatnya. Binatang kijang yang dahulu jarang ditemui warga di hutan, kini malah muncul hingga di perbatasan desa.
Ratno juga sempat melihat beberapa burung Elang Jawa turun dan hinggap di atap rumah warga. Padahal, sebelumnya, satwa-satwa itu jarang terlihat oleh warga karena hidup tenang di hutan.
"Dulu tidak pernah ada elang sampai terbang ke desa. Sekarang satwa-satwa liar banyak bermunculan,"katanya.
Warga menghadapi dilema dalam memperlakukan satwa-satwa hutan tersebut. Membunuh bukan solusi baik bagi keberlangsungan ekosistem fauna tersebut.
Jika dibiarkan, warga terus dilanda kerugian lantaran harus berbagi pangan dengan binatang hutan.
Menurut Ranto, jalan keluar tebaik adalah mengembalikan kelestarian hutan agar kembali ramah ditinggali oleh satwa hutan.
Hutan adalah habitat terbaik bagi satwa tersebut sehingga tak beralih mengganggu habitat manusia.
"Hutan yang telah dibabat mohon dikembalikan. Agar keseimbangan alam terjaga dan satwa kembali ke habitatnya,"katanya
Semaya adalah dusun paling ujung yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung gunung Slamet.
Wilayah itu berdekatan dengan pusat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB), sekitar 8 kilometer.
Di atas bukit tersebut, pengembang melakukan pembabatan hutan untuk pembangunan infrastruktur penunjang proyek.
Terpisah, Direktur PT Sejahtera Alam Energy (SAE) Bergas Rohadi mengklaim, kegiatan eksplorasi panas bumi wajib dilengkapi dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
Dari 488.28 hektar lahan sesuai Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) tahap eksplorasi nomor 20/1/IPPKH/PMA/2016, pihaknya kini baru membuka lahan seluas 45 hektar.
Perluasan pembukaan lahan, menurut Rohadi, bukan hal menguntungkan bagi pengembang.
Pasalnya, sesuai ketentuan, ada kewajiban bagi pengembang untuk mengganti kerusakan hutan akibat pembukaan lahan sebanyak dua kali lipat.
"Semakin luas kami buka lahan semakin rugi. Jadi jangan berpikir kami akan buka semua terhadap lahan yang diberi izin,"katanya
Rohadi meyakinkan, dampak yang sekarang terjadi akibat pembukaan lahan oleb pengembang tidak akan berlangsung permanen.
Sesudah tahapan proyek mapan, pihaknya akan melakukan reboisasi terhadap lahan yang sempat dibuka untuk keperluan proyek.
Dengan demikian, hutan akan tetap terjaga kelestariannya.
Pihaknya juga siap bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dalam tahapan proyek yang berugikan warga.
"Tahapan sekarang itu ibarat sedang proses jahit. Agak sakit. Namun jika nanti proses itu sudah selesai akan kembali pulih dan berdampak positif," katanya. (*)