Masyarakat Adat Merauke Desak Pembukaan Segera Kebun Plasma
Masyarakat adat Merauke Papua, meminta perusahaan yang telah mendapat izin untuk segera merealisasikan pembukaan lahan perkebunan plasma
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, MERAUKE - Masyarakat adat Merauke Papua, meminta perusahaan yang telah mendapat izin untuk segera merealisasikan pembukaan lahan perkebunan plasma yang sudah lama direncanakan di wilayah tersebut.
Masyarakat setempat juga meminta hak mendapat akses seluas-luasnya terhadap kebijakan pemerintah mengenai pembangunan kebun dan industri kelapa sawit, termasuk kebijakan perusahaan dan perjanjian hukum perusahaan dengan masyarakat hukum adat.
Poin diatas adalah dua dari lima keputusan yang dihasilkan dalam stakeholder meeting II mengenani Pembangunan Kebun dan Industri Kelapa Sawit di Merauke pada Selasa (15/8/2017) lalu.
Tiga kesepakatan lain yang dihasilkan adalah, pengembangan perkebunan kelapa sawit di Merauke harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ramah lingkungan, dan memberi manfaat khususnya bagi masyarakat hukum adat yang wilayahnya digunakan untuk pembangunan kebun dan industri kelapa sawit.
Pertemuan juga menyepakati agar LSM, masyarakat, pemerintah dan perusahaan terus membangun dialog terbuka, setara dan konstruktif dalam rangka mengkaji dan memecahkan masalah demi kemajuan masyarakat hukum adat maupun yang terdampak pembangunan kebun dan industri kelapa sawit.
Terakhir, mendorong pemerintah, perusahaan kelapa sawit, LSM dan lembaga-lembaga yang berkompeten untuk mengembangkan alternatif-alternatif lain yang memungkinkan masyarakat hukum adat memperoleh manfaat sosial, ekonomi dan budaya, yang lebih besar dan lebih berdimensi jangka panjang.
Selain Bupati Merauke, Frederikus Gebze, SE, M.Si, ikut hadir dalam acara yang merupakan lanjutan dari pertemuan pertama di Jakarta Juli lalu itu, antara lain masyarakat pemilik hak ulayat di Merauke dan perwakilan dari Boven Digoel, anggota DPD RI asal Papua, Mesakh Mirin, DPRD Merauke, rohaniwan, perwakilan Komnas HAM RI untuk Papua, Frits Ramandey, Dinas-dinas terkait dan beberapa perwakilan perusahaan sawit.
Frederikus Gebze, SE, M.Si mengatakan, pertama terjadi di Provinsi Papua, hanya Merauke yang memberikan total lahan 20 persen untuk plasma di tahun 2016.
"Kita sudah tanda tangani dan ada sekitar 7-8 perusahaan sudah memiliki koperasi dan siap mengembangkan masyarakat hak ulayat,” tutur Frederikus Gebze.
Untuk itu, dirinya mendesak perusahaan agar segera membuka kebun masyarakat dan memberdayakan seluruh masyarakat sesuai ketentuan 20 persen pengelolaan hak ulayatnya.
Terhadap LSM Asing, yang dinilai sudah terlampau jauh mencampuri wilayahnya, Bupati menyayangkan ketidakhadiran mereka pada pertemuan yang digagasnya, baik pada pertemuan pertama di Jakarta maupun kedua yang kali ini digelar di Merauke meski telah diundang.
Bupati menegaskan, forum stakeholder ini digagas atas inisiatif pemerintah daerah berkaitan dengan beban anggaran di dalam APBD yang tidak mampu terus-menerus menanggung sebanyak 500 ribu orang di tanah Merauke.
“Bukan berarti dengan adanya investasi berarti merusak dan tidak memperdulikan hutan kita ini. Menjaga dengan ketentuan perundang-undangan yang ada baik melalui rencana tata ruang wilayah, tata ruang bangunan, flora dan fauna,” ujarnya.
Dalam pernyataan yang disampaikan di pertemuan sebelumnya, Hendrikus Mahuze salah seorang pemilik tanah ulayat di Mam, Merauke juga menyatakan ketidaksukaan terhadap LSM yang Mighty menjadi penyebab terhalangnya pembukaan kebun masyarakat.
"Biarkan kami beraktivitas bersama perusahaan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.