Begini Penampakan Meriam Jepang yang Banyak Tenggelamkan Kapal Sekutu
Kondisi Situs Meriam Jepang yang berada di bukit Markoni, Kelurahan Damai, Balikpapan Selatan nampak tak terawat.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, BALIKPAPAN - Kondisi Situs Meriam Jepang yang berada di bukit Markoni, Kelurahan Damai, Balikpapan Selatan nampak tak terawat.
Kendati pemerintah kota Balikpapan melalui Disporabudpar telah menetapkan sebagai cagar budaya Balikpapan, nyatanya kondisi peninggalan sejarah perang dunia II tersebut jauh dari kata terawat.
Dari pantauan Tribunkaltim.co, saat tiba di lokasi situs tersebut tak ada satupun orang yang menjaga cagar budaya tersebut. Layaknya tanah tak bertuan dengan meriam yang memiliki panjang 9 meter sebagai penghuninya.
Belum lagi rumput-rumput liar lalu gundukan tanah yang berada di sekeliling meriam tersebut. Kesan tak terawat juga timbul dari pemandangan dari depan moncong senjata berdiameter 55 cm yang digunakan tentara Jepang menghancurkan kapal sekutu pada masa perang.
Baca: Begini Kondisi Mantan TKI dari Malaysia Usai Loncat dari Lantai 3
Bagaimana tidak, pemandangan laut Balikpapan yang seharusnya tampak, malah tertutup rimbunnya pepohonan dan semak belukar. Kabarnya dahulu banyak kapal pendarat sekutu yang berhasil ditenggelamkan.
Para tentara Jepang dengan leluasa memborbardir kapal yang mencoba merapat di pantai Balikpapan dengan peluru meriam.
Meriam tersebut merupakan senjata pertahanan terhadap serangan laut sekutu saat pendudukan Jepang di Balikpapan.
Dengan moncong meriam yang mengarah ke laut Balikpapan, kabarnya beberapa kapal pendarat sekutu berhasil ditenggelamkan meriam yang digunakan bertempur dari 1943 sampai pertengahan 1945.
Baca: Pertemuan SBY dan Megawati Dinilai Hanya Menguntungkan Keduanya
Di atas meriam berselimut karat itu melintang dua batang bentangan kayu kayu ulin dengan lebar 40 cm. Diduga kayu tersebut sisa gelagar atap pelindung.
Begitu juga di kiri kanan masih ada tiang-tiang pondasi dari kayu ulin mengelilingi meriam tersebut.
Saat berbincang dengan salah seorang warga sekitar yang tinggal paling dekat dengan situs tersebut, Albar (32) mengatakan sebenarnya ada orang yang bertugas menjaga situs tersebut. Namun tak setiap hari ia datang.
"Gak setiap hari, biasanya sore ke sini. Seminggu sekali biasanya," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.