Palsukan Putusan Pengadilan, Saksi Pengacara Dilaporkan ke Polresta Denpasar
Ada dugaan, putusan perkara perdata oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dipalsukan dan dijadikan bukti laporan di Polda Bali.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Ada dugaan, putusan perkara perdata oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dipalsukan dan dijadikan bukti laporan di Polda Bali.
Adanya dugaan pemalsuan putusan perdata ini terungkap dalam sidang kasus pidana, pemalsuan tanda tangan dengan terdakwa, R Gerard Arta Warmadewa.
Menariknya, walaupun majelis hakim yang diketuai, I Made Pasek yang awalnya begitu ngotot untuk mengungkap ada kejanggalan dari putusan perdata yang ada di berkas perkara dengan salinan asli dari PN Denpasar itu malah tetap menghukum terdakwa, Gerard Arya dengan penjara 2 tahun.
Padahal, pertimbangan dalam amar putusan majelis hakim menyatakan, adanya bukti putusan perkara perdata yang tidak sesuai dengan salinan putusan yang sebenarnya yang dijadikan bukti.
Terungkapnya ada dua salinan putusan kasus perdata yang berbeda ini berawal dari kesaksian, Chaerul Farid, yang juga kuasa hukum saksi pelapor, Slamet Santoso dalam perkara perdata.
Dijelaskan saksi Chaerul Farid, didepan persidangan, bahwa terdakwa menggunakan kwitansi palsu tertanggal 18 Nopember 2013 untuk pembayaran tanah senilai Rp 2 miliar kepada Slamet Santoso sebagai bukti dipersidangan perdata.
Untuk menguatkan keterangannya ini, ditunjukan foto copy salinan putusan perkara perdata yang ada didalam berkas perkara.
Dimana, didalam putusan tersebut menyatakan bahwa, untuk menguatkan dalil bantahannya, terdakwa sebagai tergugat dalam perkara perdata, mengajukan bukti, salah satunya adalah kwitansi tertanggal 18 November 2013.
Ternyata, foto copy salinan putusan yang ada di berkas perkara yang ada di Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suhadi, berbeda dengan yang ada ditangan, Edward Pangkahila Cs, kuasa hukum terdakwa.
“Yang ada disalinan putusan perdata yang diterima terdakwa dari Panitera Pengganti, Elisabeth Yaniwati dan sudah dilegalisir, bukti yang diajukan ketika terdakwa sebagai tergugat adalah kwitansi tertanggal 28 November 2013, tidak ada kwitansi tanggal 18 November 2013,” ungkap Edward, ketika ditemui, Minggu (10/9/2017).
Menurut Edward Pangkahila, kwitansi tertanggal 18 November 2013, sebagaimana dalam salinan putusan yang diterima terdakwa adalah salah satu bukti surat yang diajukan penggugat, yang tidak lain adalah saksi pelapor dalam kasus pidana ini.
Lebih lanjut dijelaskan Edward, kwitansi tanggal 18 Nopember 2013 adalah kwitansi pelunasan pembayaran tanah dari terdakwa, Arya Warmadewa kepada Slamet Santoso senilai Rp 2 miliar.
Sedangkan kwitansi tanggal 28 November 2013 adalah untuk pembayaran SPHTB, tunggakan PBB dan lainnya sebesar Rp 26.516.000 yang dititipkan Arya Warmadewa di kantor Notaris Wayan Sugita.
Diakui Edward Pangkahila, kwitansi tanggal 18 Nopember 2013 dibuat terdakwa Arya Warmadewa dan sepengetahuan dan persetujuan Slamet Santoso ketika akan menandatangani akta jual beli di kantor Notaris, Wayan Sugita.
“Kwitansi itu dibuat untuk jaga–jaga apabila notaris menanyakan proses jual beli sudah lunas atau belum. Tetapi, kwitansi itu tidak dipergunakan atau diperlihatkan ke notaris ketika penandatanganan akta jual beli,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Edward Pangkahila, dugaan pemalsuan putusan perdata ini diungkap oleh Sienny Karmana, isteri terdakwa.
Sienny sudah melaporkan, Chaerul Farid ke Polresta atas dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu di bawah sumpah di persidangan.
“Terlapor dibawah sumpah telah bersaksi dalam sidang pidana pemalsuan tandatangan bahwa suami pelapor telah menggunakan kwitansi tertanggal 18 November 2013. Ternyata, sesuai dengan daftar barang bukti yang ada disalinan putusan dan fakta dipersidangan perdata, yang menggunakan kwitansi tersebut adalah pelapor sendiri,” jelas Edward dengan menunjukan bukti laporan polisi: STPL/1282/IX/2017/Bali/Resta Dps.
Lebih lanjut dikatakan Edward, kesaksian, Chaerul Farid di persidangan inilah akhirnya mengungkap adanya dugaan putusan perdata di PN Denpasar yang dipalsukan dan dijadikan bukti laporan di Polda Bali.
“Aneh, walaupun majelis hakim tahu, putusan pengadilan yang di palsukan yang dijadikan bukti dari pidana yang dituduhkan kepada terdakwa, majelis hakim tetap mempidanakan terdakwa,” pungkas Edward.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.