Kisah Pria Bumiayu Kumpulkan Ribuan Fosil Berumur Jutaan Tahun
Dari penemuan itu sebenarnya bisa diduga bahwa daerah Bumiayu memiliki kandungan fosil-fosil binatang purba yang sangat berharga.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hermawan Aksan
TRIBUNNEWS.COM, BUMIAYU - Kalau kita mengunjungi Museum Geologi Bandung, akan kita dapati antara lain fosil kura-kura raksasa (Geochelon atlas) dan fosil gajah purba (Sinomastodon bumiajuensis), yang ditemukan pada 1920 oleh dua paleontolog Belanda, Dr. F.H. Van der Maarel dan Dr. Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, di daerah Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Baik kura-kura raksasa maupun gajah purba hidup sekitar 2 juta tahun yang lalu.
Dari penemuan itu sebenarnya bisa diduga bahwa daerah Bumiayu memiliki kandungan fosil-fosil binatang purba yang sangat berharga.
Namun, semenjak era Van der Maarel dan von Koenigswald, dalam rentang waktu yang panjang, belum ada penelitian dan penemuan yang setara nilainya.
Sesekali memang ada penelitian oleh para mahasiswa, misalnya dari Unpad, tapi belum dikabarkan ada penemuan yang fenomenal.
Barulah pada akhir 2013, H. Rafli Rizal, seorang warga Bumiayu, mencoba menyambung rantai yang terputus. Rizal, yang sehari-hari mengelola toko pakaian miliknya, terpicu setelah anak pertamanya, Wildan, kuliah di Jurusan Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta.
Meski tanpa pengetahuan tentang keilmuan yang berkaitan, Rizal meminta Karsono Haryo S, seorang kenalannya yang juga warga Bumiayu, untuk mencari fosil hewan di sekitar lokasi penelitian Van der Maarel-Von Koenigswald. Sebelumnya, Karsono dikenal sering mencari fosil kayu untuk dijual sebagai bahan batu akik.
“Kami berhasil menemukan fosil gigi hewan. Fosil itu kemudian dibawa Wildan ke UPN untuk diteliti oleh para ahli. Hasil penelitian menyebutkan itu fosil gigi Elepas, salah satu jenis gajah purba yang hidup sekitar satu juta tahun yang lalu,” kata Rizal kepada Tribun di Museum Buton miliknya di Bumiayu, Jumat (22/9).
Hasil penelitian itu menyemangati Rizal, Karsono, dan beberapa warga yang kemudian membentuk satu tim pencari fosil. Setelah itu, mereka menemukan sejumlah potongan fosil lain. Tiap hasil penemuan itu dibawa ke UPN untuk diteliti.
Pada 2015, mereka mengikuti pameran di Bumiayu Fair, memamerkan kepada masyarakat penemuan-penemuan mereka. Bupati Brebes, Hj. Idza Priyanti, yang mengunjungi stan mereka, berjanji akan membantu mewujudkan sebuah museum yang representatif. Janji itu tentu saja menambah semangat tim yang dipimpin Rizal.
“Mula-mula saya menyimpan fosil-fosil itu di gudang toko saya, tapi tak lama gudang itu tidak mampu menampung. Kami kemudian memindahkan fosil-fosil itu ke garasi rumah saya dan sebagian ditata di etalase,” kata Rizal.
Pada akhir 2016, lelaki berusia 50-an tahun itu membangun sebuah museum mini di sebelah garasi rumahnya, sebelum museum yang diangankan berdiri. Museum mini itu berukuran sekitar 8 x 12 meter persegi diberi nama Museum Buton (singkatan dari Bumiayu-Tonjong, dua wilayah tempat fosil-fosil itu ditemukan).
Ada sejumlah etalase, untuk menyimpan terutama fosil dan artefak yang sudah diidentifikasi Balai Arkeologi Yogyakarta. Tembok-temboknya diberi sejumlah poster yang berisi informasi tentang sebagian koleksi museum. Semua biaya, sejak pencarian fosil hingga pembangunan museum, berasal dari kocek pribadi Rizal.
Museum ini pun mulai dikenal masyarakat setelah diunggah ke media sosial. Para mahasiswa Universitas Peradaban Bumiayu dan para siswa sekolah-sekolah di seputaran Bumiayu sudah mengunjungi museum ini.