Rekahan Kawah Gunung Agung Makin Besar, Letusan Kemungkinan Besar Akan Terjadi Lagi
Tapi tingginya CO2 mengindikasikan bahwa asap putih yang teramati selama ini merupakan kontribusi dari magma.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, AMLAPURA - Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Berapi Wilayah Timur, Devy Kamil Syahbana menjelaskan, rekahan memang teramati membesar dari satelit pada sekitar 15 November lalu.
Satelit Aster TIR juga menangkap peningkatan energi termal pada tanggal 15 November 2015.
“Tadi pagi sekitar jam 8 pagi, kami menerbangkan drone dan hasil pengukuran gas pada plume tadi pagi menunjukkan kadar CO2 dan H2O yang tinggi. SO2 justru rendah, kemungkinan karena faktor scrubbing, SO2 terjebak dalam air hidrothermal di dalam tubuh Gunung Agung,” jelas Devy, Selasa (21/11/2017).
Tapi tingginya CO2 mengindikasikan bahwa asap putih yang teramati selama ini merupakan kontribusi dari magma.
Asap ini 100% adalah volcanic origin atau berasal dari aktivitas vulkanik.
“Kami sudah diskusi dengan ahli geokimia dunia. Mereka sepakat bahwa asap selama ini meskipun didominasi uap air namun memiliki komponen magmatik yg cukup tinggi,” kata Devy.
Sebelumnya diberitakan, Gunung Agung dinyatakan erupsi pada Selasa (21/11/2017) sekitar pukul 17.15 Wita.
Kondisi ini membuat warga berduyun-duyun memadati Pos Pantau Gunung Api Agung di Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem.
Warga bertanya-tanya terkait letusan Gunung Agung yang menghasilkan asap pekat berwarna keruh seringgi 700 meter tersebut.
Apalagi, pukul 20.15 Wita terjadi peningkatan aktivitas.
Peralatan PVMBG merekam gempa tremor menerus pada Gunung Agung hingga lebih satu 1 jam, bahkan 2 jam.
"Tremor sudah lebih 1 jam dan hingga saat ini masih berlangsung," ujar Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana, di Pos Pantau Gunung Api Agung di Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem, Selasa (21/11/2017).
Kemunculan tremor menerus (disebut tremor harmonik) itu, kata Devy, adalah yang pertama kali sejak Gunung Agung mengalami peningkatan aktivitas pada September lalu.
Devy menjelaskan, arti tremor menerus itu adalah bahwa Gunung Agung sedang bergoyang di dekat permukaan sampai ke permukaan.
PVMBG terus memonitor terus apakah pada akhirnya sumbat lava akibat letusan 1963 terbongkar sepenuhnya atau tidak.
“Nanti kalau sudah terbongkar, kemungkinan di area puncak nanti akan terang karena lava segar keluar, suara juga akan terdengar. Tapi kita tidak bisa pastikan, kita hanya bisa monitor. Kita sama-sama berdoa dan berharap nggak sampai keluar besar, tapi kita tetap stand by dan selalu siap dengan kondisi apa pun," jelas Devy Kamil
Devy sebelumnya sempat mengungkapkan bahwa erupsi freatik pada umumnya adalah letusan pembuka dari letusan magmatik.
Biasanya letusan freatik tidak terlalu besar. Namun, sebelum mengalami letusan magmatik, setiap gunung api selalu lebih dahulu mengalami letusan freatik.
Letusan yang disertai asap pekat tebal setinggi 700 meter pada sore kemarin, menurut PVMBG, merupakan letusan jenis freatik.
Letusan tersebut bersumber dari air kawah, dampak dari naiknya magma yang terpantau sejak tanggal 22 Oktober lalu.
Panasnya batuan ditambah tingginya curah hujan di sekitar kawah memicu asap pekat mengandung debu vulkanik yang bersumber dari material di sekitar kawah.
“Material tersebut disebabkan oleh rekahan di kawah Gunung Agung yang semakin membesar,” kata Dewa Mertayasa, Kepala Pos Pantau Gunung Api Agung kemarin.
Ia menegaskan, letusan freatik tersebut menandakan magma semakin dekat dengan permukaan. PVMBG pun terakhir merekam aktivitas magma berada di posisi 2-4 kilometer dari kawah Gunung Agung.
"Letusan gunung Agung tadi merupakan letusan freatik. Sementara, kegempaan belum mengindikasikan terjadinya letusan magmatik," jelas Dewa Mertayasa.
Namun demikian, Dewa Mertayasa meminta masyarakat terutama di lereng timur dan tenggara Gunung Agung untuk tetap waspada.
Sebab, arah angin membawa partikel debu vulkanik letusan Gunung Agung ke arah timur dan tenggara Gunung Agung.
"Letusan seperti ini ke depan kemungkinan akan sering terjadi. Ini masih eksternal, bukan langsung dari aktivitas magmatik. Tapi masyarakat di sisi timur dan tenggara lereng Gunung Agung untuk tetap waspada, karena debu berterbangan ke arah tersebut," jelas Dewa. (Saiful Rohin)