Sandal Produksi Dolly Tembus Hotel dan Mal
Sejak kecil Atik Triningsih hidup di kawasan Lokalisasi Dolly. Dia lahir dan tumbuh besar di rumahnya yang persis berada di belakangan Gang Dolly
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sejak kecil Atik Triningsih hidup di kawasan Lokalisasi Dolly.
Dia lahir dan tumbuh besar di rumahnya yang persis berada di belakangan Gang Dolly, yang dahulu disebut-sebut menjadi lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara.
Sejak kecil pula Atik terbiasa dengan kehidupan ingar-bingar kawasan merah itu.
Bukan hanya kenal, dirinya bahkan sangat dekat dengan para perempuan malam yang bekerja di wisma-wisma.
“Saya akrab dan sangat dekat dengan beberapa PSK ketika itu. Sampai-sampai, saya sering mengantarkan mereka ketika ada job di luar. Semacam menjadi tukang ojek."
"Itu berlangsung selama bertahun-tahun, seingat saya sejak masih SMA sampai kuliah, saya masih sering diminta tolong untuk mengantar mbak-mbaknya (PSK),” kisah Atik.
Aktivitas itu tidak disebutnya sebagai pekerjaan, hanya sekadar menolong.
“Dan lumayan bisa dapat uang untuk tambahan jajan,” seloroh perempuan berjilbab berusia 35 tahun tersebut saat ditemui Surya di sela kesibukannya di kawasan Dolly, akhir pekan lalu.
Namun selepas kuliah Atik sudah jarang melakoni kegiatan tersebut. Lulusan Unesa Surabaya ini sudah bekerja di sebuah pabrik sepatu.
Dia juga pernah bekerja sebagai admin di sebuah bank, dan di beberapa perusahaan lain.
Sampai akhirnya Lokasisasi Dolly ditutup, Atik ikut dalam pelatihan pembuatan sandal-sepatu yang digelar Pemkot Surabaya untuk warga terdampak. Kebetulan, sejak hamil anak ketiga, dirinya sudah tidak bekerja lagi.
“Dari pelatihan di kelurahan, sampai ke balai pelatihan di Sidoarjo. Kemudian dibentuk kelompok, dan saya ditunjuk sebagai ketua,” ungkapnya.
Dari sana, kesibukan baru Atik dimulai. Dia aktif memproduksi sandal dan sepatu di Kelompok Usaha Bersama Masyarakat Mandiri Putat Jaya (KUB Mampu Jaya) yang bermarkas di rumah Barbara, bangunan paling besar di Gang Dolly yang dulunya menjadi rumah prostitusi terbesar di kawasan tersebut.
Sandal kulit produksi UKM ini sudah tembus ke beberapa mal dan pusat perbelanjaan.
Sepatu kulit juga sudah menjadi langganan para pejabat dan pegawai di lingkungan Pemkot Surabaya dan beberapa instansi lain.
Bahkan sandal jepit yang diproduksi di Dolly itu juga merambah sejumlah pondok pesantren.
Yang terbaru, Atik bersama rekan-rekannya mulai memproduksi sandal hotel sejak tahun lalu.
Seiring perjuangan kerasnya, sandal hotel KUB Mampu Jaya sudah melayani enam hotel di Surabaya dan sebuah hotel di Sorong, Papua.
“Untuk sandal hotel ini saya sampai harus menggadaikan BPKB sepeda motor untuk membeli bahan baku, ketika dapat pesanan cukup banyak."
"Tapi saya tetap bersyukur, meski sempat jatuh bangun, akhirnya bisa bertahan dan berkembang seperti sekarang,” tutur perempuan yang juga tergabung dalam Pahlawan Ekonomi (PE) Surabaya sejak 2015. (fla/ufi)