Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Partai Gabungan Rakyat Aceh Mandiri Gagal Jadi Peserta Pemilu

Dari hasil penelitian Partai Gabungan Rakyat Aceh Mandiri dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk mengikuti tahapan verifikasi faktual.

Penulis: Masrizal Bin Zairi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Partai Gabungan Rakyat Aceh Mandiri Gagal Jadi Peserta Pemilu
Serambi Indonesia/Masrizal
Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi bersalaman dengan Ketua Umum Partai GRAM, Tarmidinsyah Abubakar, usai sidang sengketa Pemilu. SERAMBI INDONESIA/MASRIZAL 

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh mengumumkan hasil penelitian administrasi dan keabsahan dokumen persyaratan Partai Gabungan Rakyat Aceh Mandiri (GRAM) sebagai calon peserta Pemilu 2019 setelah putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Aceh.

Dari hasil penelitian dinyatakan partai lokal (parlok) tersebut tidak memenuhi syarat untuk mengikuti tahapan verifikasi faktual.

Keputusan dengan nomor 10/HM.02-Pu/11/Prov/XII/2017 ini ditayangkan di website KIP Aceh (https://kip.acehprov.go.id) pada Minggu (24/12/2017).

"Hasil penilaian administrasi dan keabsahan dokumen persyaratan dinyatakan Partai GRAM tidak memenuhi persyaratan. Dengan demikian tahapan untuk Partai GRAM sudah selesai," kata Ketua Pokja Pendaftaran dan Verifikasi KIP Aceh, Junaidi kepada Serambi, Senin (25/12/2017).

Junaidi menjelaskan, gagalnya partai lokal baru tersebut melaju ke tahapan verifikasi faktual karena tidak memenuhi persyaratan dua per tiga keanggotaan partai di tingkat kabupaten kota.

Baca: Deisti dan Rheza Herwindo Bertukar Kendaraan Usai Jenguk Setya Novanto

"Partai GRAM tidak memenuhi dua per tiga keanggotaan di tingkat kabupaten/kota," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Dia menyatakan, saat mendaftar Partai GRAM memasukkan sebanyak 16 kepengurusan di tingkat kabupaten/kota dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sebagai syarat dua per tiga kepengurusan tingkat kabupaten/kota.

Setiap kabupaten/kota harus ada minimal satu per 1.000 keanggotaan partai.

Namun, dari jumlah 16 tersebut, dua di antaranya tidak memenuhi syarat yaitu Kabupaten Gayo Lues dan Singkil.

Kedua kabupaten itu, jelas Junaidi, tidak memenuhi jumlah minimal satu per 1.000 keanggotan partai politik di tingkat kabupaten/kota, seperti di Singkil.

Sehingga mempengaruhi jumlah syarat minimal dua per tiga.

"Persoalan di Gayo Lues tidak menyerahkan hasil perbaikan. Setelah dihubungi beberapa kali oleh komisioner KIP setempat, HP ketua partai dan LO (penghubung) tidak aktif. Ketika aktif mereka mengatakan sedang di Banda Aceh, tidak bisa menyerahkan," jelasnya.

Baca: Dua ABG Perempuan Anggota Geng Motor Ikut Jarah Toko Pakaian

Apabila pengurus partai tersebut tidak menerima dengan putusan KIP, maka bisa menempuh jalur hukum dengan melakukan sengketa ke Bawaslu Aceh paling lambat 3 hari setelah keluarnya putusan.

Selajutnya, penyelesaian di Bawaslu paling lama 14 hari sejak didaftarkan gugatan.

Sekadar informasi, Partai GRAM bisa mengikuti tahapan Pemilu 2019 setelah partai tersebut dimenangkan oleh Bawaslu Aceh.

Sebelumnya, partai ini gagal mendapatkan tanda bukti terima dari KIP lantaran tidak memasukkan semua data pendaftaran melalui Sipol.

Setelah menerima putusan Bawaslu, partai itu kembali mendaftar ke KIP sebagai calon peserta Pemilu.

Dari hasil penelitian administrasi dan keabsahan dokumen persyaratan, partai tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat karena melengkapi syarat jumlah minimal dua per tiga kepengurusan kabupaten kota.

Selain Partai GRAM, sebelumnya KIP Aceh lebih dahulu menetapkan empat parlok yang lulus verifikasi administrasi yaitu, Partai Daerah Aceh (PDA), Partai Nanggroe Aceh (PNA), Partai Aceh (PA), dan Partai SIRA.

Baca: Dapat Remisi 15 Hari, Ahok Kemungkinan Bebas 17 Bulan Lagi

Khusus PA tidak lagi dilakukan faktual karena melewati electoral threshold (ambang batas) pada pemilu sebelumnya.

Ketua Umum DPP Parta GRAM Tarmidinsyah Abubakar mengaku tidak bisa menerima putusan KIP Aceh yang tidak meloloskan partainya.

Dia menilai KIP Aceh tidak transparan dalam melakukan penelitian atau verifikasi administrasi.

Karena itu pihaknya menggugat keputusan KIP tersebut ke Bawaslu Aceh pada Minggu (24/12/2017).

"Kita tetap menggugat KIP Aceh, kita tidak terima putusan itu," katanya kepada Serambi melalui telepon.

"Masalah pasti ada, tetapi KIP harus terbuka, karena secara kode etik mereka harus profesional. Partai politik tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tanpa komunikasi," ujar dia.

Tarmidinsyah mengatakan, pihaknya telah melaporkan masalah itu ke Bawaslu Aceh pada Minggu (24/12/2017).

Baca: Terkuak Motif Pembunuhan Aiptu Made Suanda, Pelaku Hendak Kuasai Honda Jazz Korban

"Saya sudah datang ke Bawaslu pada hari Minggu, tapi Bawaslu minta surat putusan KIP. Sementara surat putusan KIP belum dikirim ke kami. Tapi, saya sudah tugaskan anggota untuk ambil surat itu," jelasnya.

Dia menjelaskan, membangun partai politik bukan pekerjaan asal-asalan, tetapi salah satu bentuk membantu membangun negara.

Harusnya, lanjut dia, apabila ada masalah di lapangan, komisioner KIP bisa mengingatkan pengurus partai dan mendampingi untuk menyelesaikan masalah itu.

"Ada masalah di Singkil, tidak cukup KTP dua lembar saat diverifikasi, tapi tidak diberi kesempatan untuk ditambah. Harusnya diberi kesempatan, tapi ini tidak. Kemudian di Gayo Lues, diantar KTP pukul empat, tapi kantor sudah tutup. Harusnya pada hari terakhir kantor ditutup hingga pukul 00.00," ujarnya. (mas)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas