Hermanto: Minimnya Pasokan Air di Kasemen Dipengaruhi Sedimentasi dan Proyek Normalisasi
Saat ditemui di lokasi, Kepala Bendungan Pamarayan, Hermanto mengatakan, minimnya air di daerah tersebut bukanlah kesalahan PT SBS.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Malvyandie
TRIBUNNEWS.COM, SERANG - Beberapa waktu lalu PT Sauhbahtera Samudera (SBS) menjadi 'kambing hitam' karena dianggap bertanggung jawab sebagai penyebab kurangnya pasokan air di sejumlah sawah milik mereka di Kasemen, Serang.
Ketika itu, Djoko Purwono, General Manager Plant PT SBS, mengatakan, proses penyedotan air dari saluran irigasi yang selama ini dilakukan PT SBS adalah tindakan legal sesuai peraturan dan surat izin pemanfaatan air (SIPA) yang dikeluarkan Dinas Sumber Daya Air Provinsi Banten, yang diperpanjang setiap dua tahun sekali.
Baca: Pedagang di Pasar Beringharjo Raup Berkah di Musim Liburan Akhir Tahun
Guna menjelaskan persoalan tersebut, hari Rabu (27/12/2017), PT SBS mengajak sejumlah media untuk melihat langsung proses produksi sekaligus memberikan pemaparan lebih terperinci terkait produksi air bersih beserta dampaknya pada warga sekitar.
Normalisasi
Saat ditemui di lokasi, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pintu Air Pamarayan, Hermanto mengatakan, minimnya air di daerah tersebut bukanlah kesalahan PT SBS. "Sebenarnya hal ini bukan kesalahan perusahaan tetapi karena kesiapan infrastruktur di wilayah sini," katanya.
Dijelaskan Hermanto, adanya normalisasi saluran irigasi Pamarayan sebelah barat akan memakan waktu sekitar 6 bulan atau sejak Desember 2017-Mei 2018. Selama proses tersebut berjalan, saluran air dari Bendungan Pamarayan ke beberapa kecamatan akan dilakukan buka tutup.
Sebagai informasi, jarak saluran irigasi cukup panjang, yakni mulai dari Cikeusal sampai Bojonegara. “Jadi, sampai Mei atau sekitar setengah tahunan,” katanya.
Ia menuturkan, perbaikan saluran irigasi sebelah barat tersebut dikarenakan adanya tanggul yang longsor atau amblas. Selain itu, endapan lumpur di saluran irigasi sudah cukup tinggi. Dengan demikian, suplai air dari bendungan selama ini menjadi tidak lancar.
“Jadi, perbaikan peninggian tanggul, pengerukan lumpurnya, jadi normalisasi jaringan, bilamana diberikan saluran air sesuai dengan SOP dikhawatirkan air tidak dapat tersalurkan dengan baik karena mengalami luber akibat pendangkalan Oleh karena itu pihak kami hanya menyalurkan sebanyak 12 kubik per detik yang seharusnya 23 kubik per detik” ujarnya.
"Kami akui kendala proyek ini teknisnya terkendala karena keputusan yang sulit karena proses birokrasi yang belum selesai," ujarnya.
Proses normalisasi saluran, sambungnya, dilakukan oleh pihak balai besar, untuk proses pengukuran, membutuhkan waktu sebulan.
Selama proses pengukuran tersebut, tutur dia, saluran air akan dihentikan sementara. Namun, penghentian tersebut tidak dilakukan menyeluruh atau secara bertahap.
“Jadi, ada jadwal tutupan hasil rapat dengan DP3A. Yang diperbaiki itu dari BPB 1 (Cikeusal)- BPB 22 (Bojonegara), cuma bertahap. Dampaknya sampai ke ujung juga bertahap. Makanya, pada kosong dikarenakan buka tutup selang 10 hari,” tuturnya.
Kesaksian warga
Menurut kesaksian salah satu warga TAB Syahroni Ahmad, yang juga merupakan pengurus dari Pondok Pesantren di area sekitar Bendungan mengatakan bahwa terkait permasalahan SBS bukanlah dikarenakan kesalahan perusahaan yang melakukan pengisapan air melalui irigasi.
Dirinya memaparkan bahwa sudah seharusnya masyarakat dapat mengetahui bahwa sulitnya air bersih untuk irigasi Bukankah dikarenakan oleh PT SBS tapi dikarenakan ada beberapa permasalahan teknis yang dinilai kurang mendapatkan sosialisasi dan penyelesaian secara cepat baik dari pemerintah Kabupaten ataupun Pusat.
"Tidak Ada kesalahan dari SBS tetapi kemungkinan ini ada terjadi kesalahpahaman antara petani masyarakat dan perusahaan terkait penyampaian informasi"