Pimpinan Ponpes Al Hidayah Dianiaya, Santri Jangan Terprovokasi
Komplek Pondok Pesantren Al Hidayah yang terletak di Kampung Santiong, Desa Cicalengka Kulon, Kecamatan Cicalengka, mendadak dipenuhi puluhan orang.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komplek Pondok Pesantren Al Hidayah yang terletak di Kampung Santiong, Desa Cicalengka Kulon, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung mendadak dipenuhi puluhan orang.
Orang-orang tersebut merupakan para santri dari berbagai pesantren di Kabupaten Bandung dan sekitarnya.
Para santri tersebut datang ke Pesantren Al Hidayah setelah mengetahui kejadian penganiayaan yang menimpa pimpinan pengurus Pondok Pesantren Al Hidayah, KH Umar Basri.
"Ini kan pesantren pusat Al Hidayah, jadi kalau ada apa-apa pasti ke sini," ujar Iwan Ismail (35), santri Pesantren Al Hidayah sekaligus saksi.
Meski banyak orang datang ke pondok pesantren tersebut, pihak kepolisian tetap mengimbau agar massa tidak mengambil tindakan sendiri dan tetap teratur.
Menurut Kapolsek Cicalengka, Kompol Asep Gunawan, massa diimbau untuk tidak melakukan aksi main hakim sendiri.
"Jangan mudah terprovokasi yang menyangkut hal-hal yang merugikan semua pihak," ujar Kompol Asep Gunawan.
Baca: Polisi Sebut Terduga Penganiaya KH Umar Basri Alami Gangguan Jiwa
Kompol Asep Gunawan menekankan bahwa kejadian penganiayaan tersebut murni tindak kriminal.
Kejadian penganiayaan yang menimpa Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah, KH Umar Basri, terjadi Sabtu pagi, sekira pukul 05.30 WIB.
Korban ditemukan tergeletak bersimbah darah di dalam masjid usai salat subuh oleh salah satu santrinya, sementara pelaku telah melarikan diri.
Ia dianiaya oleh orang tidak dikenal di dalam masjid.
Tersangka memukul korban yang sedang duduk berdoa wiridan secara membabi buta hingga mengalami luka di kepala dan wajah.
Korban sempat dilarikan ke RSUD Cicalengka dan kini dirujuk ke RS Al Islam, Bandung.
Pelaku sempat teridentifikasi, ia mengenakan pakaian kemeja Levis dan mengenakan sarung.
Saat salat selesai, para jemaah keluar dari masjid, korban dan tersangka masih berada di masjid.
Baca: Mengenal Mbah Moedjair, Sang Penemu Ikan Mujair yang Kalah Tenar dari Penemuannya
Saat lampu masjid dimatikan korban sedang baca wirid khusus, tiba-tiba tersangka langsung menyerang KH Umar Basri memukul bertubi-tubi dengan menggunakan tangan kosong.
Pelaku sempat menendang kotak penyimpanan amplifier sambil berkata, "ini pinarakaeun (ini alat menuju neraka)" berulang-ulang, dan tersangka berkata lagi, "Nu didiyeu punarakaeun kabeh (Yang disini semua calon penghuni neraka semua)".
GP Ansor Geram
Tindakan penganiayaan terhadap ulama yang terjadi di Cicalengka tepatnya kepada KH Umar Basri Pondok Pesantren Al Hidayah oleh pihak tidak dikenal membuat Gerakan Pemuda Ansor geram.
Hal itu dikatakan Ketua GP Ansor Kabupaten Bandung, Hasan Basri.
Dalam pernyataannya, ia menilai bahwa tindakan menganiayai ulama itu perbuatan keji.
"Saya mengutuk hal itu, karena kami gerakan pemuda Ansor sangat menghargai ulama, bahkan Banser bertugas mengawal mereka," ujarnya.
Baca: Pengakuan Dewi Soekarno: Pernah Dilamar 2 Juta Orang Kaya Amerika Sebelum Akhirnya Dinikahi Soekarno
Hasan menilai pihak keamanan harus cepat melakukan pencarian pelaku. Ia menilai jika kasus ini terlambat dicari GP Ansor akan bergerak menyisir.
"Kami, menyerukan kepada aparat kepolisian untuk mengusut pelakunya samapai dapat selama 1x24 jam, kalau tidak tertangkap kami akan bergerak mengintruksikan Ansor dan Banser se kabupaten Bandung," ucapnya.
Setara Institute juga mengutuk keras tindakan penganiayaan atas ulama, tokoh NU, dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka Bandung, KH Umar Basri.
Setara Institute pun mendesak pemerintah untuk mengambil langkah hukum yang komprehensif dan cepat terkait kasus penganiayaan tersebut.
"Pihak kepolisian hendaknya segera menangkap dan mengungkap motif pelaku," ujar Ketua Setara Institute, Hendardi.
Setara Institute menyebut kasus yang penganiayaan yang menimpa KH Umar Basri sangat sensitif.
Bahkan, kasus itu dinilai berpotensi menimbulkan friksi sosial dalam skala yang cukup mengkhawatirkan.
"Secara substantif, serangan tersebut merupakan teror yang dilakukan oleh perseorangan (lone wolf) untuk menimbulkan ketakutan dan ancaman berdasarkan paham keagamaan ekstrim dengan kekerasan (violent extremism)," kata Hendardi.
Karena itu, Setara Institute meminta polisi memberikan perhatian khusus dan penanganan yang cepat dan tepat terhadap kasus ini.
Tak hanya polisi, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri juga diminta memberikan perhatian khusus terhadap kasus serangan dan pemukulan secara membabi buta terhadap tokoh NU tersebut.
Setara Institute menduga penganiayaan ini dilakukan atas dasar sentimen dan paham keagamaan.
Selama melakukan tindakan biadabnya, pelaku mengekspresikan kalimat-kalimat yang pada pokoknya mengklaim bahwa korban dan pengikutnya "pasti masuk neraka".
Dalam kasus ini, ucapnya, pelaku menunjukkan fenomena pengajaran keagamaan yang mengarah pada eksklusivisme dan ekstrimisme dengan kekerasan yang telah mengakibatkan jatuhnya korban.
Penjagaan di Ponpes Harus Diperketat
Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Cucun Ahmad Syamsurijal menyatakan, kala tahun politik bergulir pihak keamanan mesti memberikan penjagaan ekstra, utamanya kepada pondok pesantren.
Hal itu ia sampaikan menanggapi peristiwa nahas yang dialami oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka (Santiong).
Korbannya KH Umar Basri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ceng Emon.
"Tolong untuk pihak kepolisian untuk segera menindaklanjuti kasus penganiayayan kyai Emon," ujarnya.
Cucun menilai hal itu akan menganggu stabilitas pihak pesantren. Apalagi yang dianiayai seorang kiai.
Sebagai seorang santri Ceng Emon, sapaan akrab KH Umar Basri, Cucun mengatakan pihak kepolisian harus sigap untuk menangani itu.
Iwan Ismail (35), santri sekaligus saksi pelapor mengatakan KH Umar Basri bukanlah tipe orang yang banyak berbicara pada orang lain.
KH Umar Basri hanya mengisi pengajian bagi para santri atau mengajarkan mengaji. Kiai ini pun tak banyak mengumbar nasihat pada orang lain.
"Kalau memang ada yang sakit hati dengan ucapannya, kenapa? Kiai itu tak punya musuh," ujar Iwan Ismail.
Beberapa hari terakhir sebelum tragedi penganiayaan terjadi, KH Umar Basri pun hanya melakukan kegiatan rutinnya, seperti mengimami salat berjamaah dan mengajar mengaji.
"Pak Kiai pun dalam keadaan sehat, tidak sedang sakit," ujar Iwan Ismail. (Tribun Network/yud/sel/wly)