Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Gunungkidul, Warga Pukul Kentongan dan Ungsikan Wanita Hamil Saat Gerhana

Masyarakat Gunungkidul memiliki tradisi yang unik dalam menyambut fenomena gerhana bulan atau Super Blue Blood Moon di Kabupaten Gunungkidul.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Di Gunungkidul, Warga Pukul Kentongan dan Ungsikan Wanita Hamil Saat Gerhana
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penampakan Gerhana Bulan Total (Super Blood Moon) diambil dari Kawasan Planetarium, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (31/1/2018). Fenomena langka gerhana bulan total yang terakihir kali terjadi 152 tahun lalu terlihat tidak sempurna dari wilayah Jakarta dikarenakan awan mendung. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Oleh karena itu, wanita yang sedang hamil diungsikan masuk ke tempat tidur untuk mengindari bayi dalam kandungan cacat.

Tak hanya manusia, hewan yang tengah mengandung pun begitu. Mereka diungsikan ke dalam kandang.

"Usai gerhana hilang, para orangtua langsung mengolesi perut dari ibu hamil dengan abu yang masih hangat dari perapian, dan berbisik pelan ojo kaget yo jabang bayi dalam bahasa indonesia, jangan kaget ya," tuturnya.

Namun dikatakannya, tradisi pukul kentongan ini mulai berangsur-angsur pudar. Tradisi ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat.

Kendati demikian, masih ada sebagian masyarakat yang masih melakukannya setiap gerhana matahari atau bulan terjadi.

Seperti yang akan dilaksanakan oleh dirinya dan sebagian masyarakat Dusun Gelaran, yang akan melakukan pemukulan kentongan di Monumen Serangan Belanda di Desa Gelaran, Bejiharjo.

Hal ini untuk menyambut fenomena Super Blue Blood Moon, sekaligus melestariakn tradisi yang mulai punah.

BERITA REKOMENDASI

"Kami mempersiapkan teropong dan kentongan untuk melestarikan tradisi dari nenek moyang ini. Tradisi ini dapat dimaknai dari sisi budaya, bahwa nenek moyang memiliki budaya yang kaya. Salah satunya tradisi kentongan ini," ujar Tukijo.

Sementara itu, Ketua Dewan Kebudayaan Gunungkidul, CB Supriyanto mengakui, jika tradisi pukul kentongan ini sudah banyak ditinggalkan masyarakat.

Majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, membuat fenomena gerhana kemudian dimaknai sebagai peristiwa alam biasa.

Padahal dari fenomena tersebut, terdapat tradisi yang semestinya dapat terus dilestarikan.

Masyarakat, utamanya kaum muda pun diharapkan dapat meneruskannya sehingga tradisi budaya tersebut tidak punah.

"Kami harapkan tradisi ini dapat terus lestari, karena ini adalah peninggalan nenek moyang kita dahulu," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas