Pengungsi Gunung Agung Ramai-ramai Ikut Program Transmigrasi
Tahun ini, jumlah KK yang mendaftar mencapai 150 KK dari dua kecamatan yang ada di zona rawan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, AMLAPURA - Maha Giri Tohlangkir (Gunung Agung) masih bergolak sejak naik status dari Siaga (level III) ke Awas (Level IV) per tanggal 27 November 2017.
Dalam ketidakpastian, warga yang tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) III, harus pergi mengungsi meninggalkan rumah, lahan, dan ternak dalam waktu yang tak bisa ditentukan.
Saat gejolak hilang dan gunung mengisyaratkan ketenangan, sebagian memberanikan diri untuk pulang.
Namun tak lama setelah kepulangan warga, Tohlangkir erupsi lagi. Warga pun harus balik ke pungungsian.
Hal tersebut ternyata membuat sebagian warga berpikir untuk transmigrasi.
Ini terbukti dari peningkatan jumlah kepala keluarga (KK) yang mendaftar transmigrasi setelah Gunung Agung ditetapkan ke level Awas.
Tahun ini, jumlah KK yang mendaftar mencapai 150 KK dari dua kecamatan yang ada di zona rawan.
Baca: Fifi Sebut Julianto Tak Juga Tinggalkan Veronica Meski Sudah Diperingatkan Ahok
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karangasem, I Nyoman Suadnya mengatakan, mereka yang mendaftar transmigrasi kebanyakan berasal dari KRB III, yaitu dari Desa Ban, Kecamatan Kubu dan Desa Sebudi, Kecamatan Selat.
"Warga yang mohon untuk transmigrasi berasal dari Desa Ban sebanyak 50 KK dan dari Sebudi 100 KK. Jumlah warga yang daftar transmigrasi meningkat drastis," kata Suadnya kepada Tribun Bali.
Sebelum Gunung Agung berstatus Awas, jumlah warga yang mendaftar transmigrasi paling banyak 10 KK.
Tahun 2017, Pemkab Karangasem bahkan hanya memberangkatkan sekitar 9 KK ke Sulawesi Tengah.
"Tahun 2017, petugas Disnakertrans yang datang ke desa-desa menawarkan program transmigrasi dari pemerintah pusat. Sekarang malah warga yang memohon ikut transmigrasi," kata Suadnya.
Antusiasme warga mengikuti program transmigrasi disebabkan kondisi Gunung Agung yang belum membaik.