Warga Banjar Munti Gunung Jadi Pengemis di Kota, Kalau Pulang Bawa Uang hingga Puluhan Juta Rupiah
Di kampung pengemis Bali itu, rumah-rumah yang berjejer di sisi kanan dan kiri jalan desa terlihat lengang, seperti tidak berpenghuni sama sekali.
Editor: Dewi Agustina
"Yang mengemis itu sebetulnya tergolong tidak miskin lagi, mereka cukup mampu. Coba lihat ke kampung mereka. Rumahnya cukup besar. Ada cukup banyak yang memiliki 2 sampai 3 unit sepeda motor. Jelas itu bukan kategori keluarga miskin," ungkap Ketut Puspakumari saat ditemui di Kantor DPRD Karangasem, Rabu (31/1/2018).
Ditambahkannya, mereka mengemis karena tergiur penghasilan yang cukup tinggi. Dalam sehari mengemis bisa mendapatkan Rp 200 sampai 300 ribu per orang.
Uang dari hasil mengemis biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah sampai beberapa bulan kemudian.
Biasanya, menurut Puspa, mereka mengemis di kawasan obyek wisata yang ramai dikunjungi wisatawan asing (wisman) seperti Pantai Kuta (Badung), dan Ubud (Gianyar).
Mereka memilih tempat wisata yang ramai wisman dengan alasan wisman gampang iba pada peminta-minta. Mereka bisa beri Rp 10 hingga 50 ribu.
"Di Kuta sekarang mulai berkurang. Di Ubud, jumlah mereka lebih banyak, karena wisman di Ubud banyak. Bule baik hati biasanya beri Rp 10 - 50 ribu," tambah Puspakumari, yang sebelumnya adalah Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
Puspa menyebutkan, warga yang mengemis kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak. Para suami biasanya kerja ngojek. Di Denpasar mereka indekos.
"Saya dapat cerita dari mereka sendiri (para pengemis)," ucap Puspakumari.
Puspa mengatakan, warga yang mengemis mengaku padanya tak akan beralih profesi, sebab pekerjaan mengemis dianggap menjanjikan.
Mereka keasyikan dengan penghasilan mengemis yang bisa mencapai ratusan ribu dalam sehari.
Tahun lalu, kata Puspakumari, Pemkab Karangasem sempat memberi pelatihan jejaitan dan pembuatan dupa ke para pengemis.
Setelah pelatihan usai, mereka ternyata kembali mengemis. Alasannya, penghasilan jadi pengemis lebih tinggi daripada membuat jejaitan dan dupa.
"Hanya segelintir yang masih bertahan membuat jejaitan dan dupa. Selebihnya kembali mengemis, karena hasil dari membuat jejaitan cuma Rp 20 ribu sehari. Berbeda jauh dengan hasil mengemis," jelas Puspa.
Dikatakan Puspakumari, saat ini jumlah warga Karangasem yang menjadi gelandangan dan pengemis (gepeng) sebanyak 186 KK.
"Itu yang terdata. Kemungkinan jumlah nyatanya lebih besar, karena ada yang luput dari pendataan. Sebelumnya, jumlah gepeng di Karangasem sebanyak 250 KK. Ada beberapa yang berhenti mengemis, karena usia tua," jelas Puspa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.