Kisah Budi Santosa, Pembalap Kursi Roda asal Sleman yang Yatim Piatu
Seorang remaja mengintip dari balik pintu kayu sambil tersenyum. Dalam rumah sederhana itu, tampak satu almari tua berdiri di atas lantai semen.
Editor: Sugiyarto
Laporan Calon Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Seorang remaja mengintip dari balik pintu kayu sambil tersenyum.
Dalam rumah sederhana itu, tampak satu almari tua berdiri di atas lantai semen.
Ada pula sofa bunga-bunga usang yang kempis termakan usia.
Di rumah itu tinggal Budi Santosa (16) bersama ibunya, dulu dan ayahnya.
Ibu adalah tumpuan hidupnya.
Warga Brengosan, Sumberadi, Mlati, Sleman, DIY ini mengandalkan ibunya untuk berjalan selama 14 tahun.
"Sejak kecil nggak bisa jalan. Dulu sebelum ada bantuan kursi roda setiap hari digendong ibu, " kata Budi saat ditemui Tribun Jogja belum lama ini.
Saat ini Budi bersekolah di SLB Bakti Siwi Tridadi, Sleman, DIY.
Siswa kelas X ini sejak Sekolah Dasar didorong Sumartini, ibunya ke sekolah yang berjarak sekitar 2,2 km.
"Ibu udah nggak ada. Sekarang sekolah diantar bulik, " ucap remaja kelahiran 16 Mei 2001 ini sambil tertunduk.
Sumartini meninggal pada November 2016 karena komplikasi.
Ibu satu anak itu sempat menjalani cuci darah, sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
"Waktu ibunya sakit, saya mengantar Budi ke Jakarta untuk balap kursi roda. Beberapa hari kemudian ibunya meninggal, " kata Pradita Rizky, wali kelas Budi di sekolah.
Budi merupakan siswa berprestasi di sekolahnya, khususnya balap kursi roda.
Prestasinya diawali pada tahun 2014 sebagai juara dua kabupaten.
Kemudian tahun 2015 Ia mendapat juara satu yang mengantar Budi pada kejuaraan tingkat provinsi.
Di tahun yang sama Budi mendapat juara 2 balap kursi roda tingkat provinsi.
"Budi itu punya wawasan luas, lebih mudah menyerap pelajaran dibandingkan teman-temannya. Cuma keterbatasan fisiknya saja, " ucap Pradita.
Tahun 2016 Budi mewakili Yogyakarta untuk balap kursi roda di Jakarta.
"Saya ke Jakarta waktu ibu sakit, ikut balap kursi roda, " kata juara harapan empat balap kursi roda tingkat nasional.
Anak tunggal dari pasangan Sumartini dan Parjiyo sempat mencium kaki ibunya sebelum meninggal. Ibunya berpesan agar Budi menjadi anak yang pintar.
Menurut Pradita, Budi sempat mengalami penurunan pasca kepergian ibunya, meskipun sekarang sudah mulai meningkat.
Dua tahun kepergian ibunya, Budi kadang merasa rindu.
Sosok ibu yang tiap hari mengantar ke sekolah, merawatnya, dan menyayanginya kini sudah tidak bersamanya lagi.
"Berdoa aja buat ibu. Semoga tenang di sana, di tempatkan di alam yang baik, dibukakan pintu surga," tutur Budi mengenang sosok pekerja keras itu.(TRIBUNJOGJA.COM)