Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Awal Mula Mak Cicih Digugat Rp 1,6 Miliar oleh Anak, Padahal Semuanya Sudah Kebagian

Cicih pertama kali juga seumur hidupnya berurusan dengan hukum. Bukan dengan orang lain, melainkan dengan anak-anaknya sendiri.

Editor: Ravianto
zoom-in Ini Awal Mula Mak Cicih Digugat Rp 1,6 Miliar oleh Anak, Padahal Semuanya Sudah Kebagian
Tribun Jabar/Mega Nugraha
Cicih (78) kanan dalam mediasi di PN Bandung, Selasa (20/2018). Ia digugat empat anaknya. 

TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Seumur hidupnya, perempuan berusia 78 tahun bernama Cicih warga Jalan Embah Jaksa Kecamatan Cibiru Kota Bandung ini baru pertama kali menginjakan kaki di Pengadilan Negeri Bandung pada Selasa (20/2).

Tempat berkumpulnya para penegak hukum, jaksa, hakim dan polisi dalam mengurus perkara hukum.

Kemarin, Cicih pertama kali juga seumur hidupnya berurusan dengan hukum. Bukan dengan orang lain, melainkan dengan anak-anaknya sendiri.

Cicih digugat perbuatan melawan hukum dengan keharusan ganti rugi Rp 1,6 miliar. Empat anaknya hasil pernikahan dengan almarhum S Udin (80), yakni Ai Sukawati, Dede Rohayati, Aji Rusbandi dan Ai Komariah mengugat Cicih. Kasusnya terdaftar dengan nomor perkara8/PDT.G/2018/PN BDG

Sebabnya, Cicih bersama tergugat lainnya yakni Iis Rila Sundari dianggap melakukan perbuatan melawan hukum atas tindakan Cicih menjual sebidang tanah seluas 91 meter persegi dari luas 332 meter persegi di Jalan Embah Jaksa ‎pada Iis Rila Sundari.

Baca: Bu Dendy Akhirnya Berdamai dengan Pelakor

Baca: Nila Terbukti Bukan Pelakor, Bu Dendy Pingsan

Berita Rekomendasi

Padahal, menurut para penggugat, mereka masih punya hak atas tanah yang dijual tersebut dan penggugat menuduh penjualan tanah tanpa sepengetahuan mereka.

Cicih bercerita, sebelum meninggal suaminya sudah membagi tanah pada semua anaknya. Semua anak-anaknya tersebut sudah mendapat bagian.

Adapun tanah yang dijual Cicih adalah bagian dari haknya sebagai istri yang dibuktikan dengan surat waris dari suaminya yang ditandatangani di atas materai pada 4 Januari 2006 dengan saksi ketua RT dan RW setempat.

"Rumah yang dijual rumah yang di depan, dijual ke Bu Iis seharga Rp 250 juta, bu Iis ini dia bidan. Kenapa saya jual, karena saya butuh uang untuk keperluan sehari-hari," ujar Cicih di kediamannya, Rabu (21/2).

"Saya memang ada uang pensiun Rp 1,2 juta dan ada uang hasil kontrakan. Tapi itu belum cukup."

Ia ditemani anak bungsu atau kelima dari pernikahannya dengan S Udin yakni Alit Karmilah (46). Alit bersama anaknya tinggal bersama Cicih.

Dari uang Rp 250 juta, sebagian uangnya dipakai merenovasi rumah lainnya yang tidak jauh dari rumah Cicih. ‎

Sisanya, digunakan untuk keperluan sehari-hari serta membayar utang atas uang yang ia pinjam dari orang lain dan digunakan sehari-hari.

"Uangnya tidak semua buat makan saya, tapi ada buat renovasi rumah dan membiayai cucu-cucu saya yang juga anak-anak saya itu (penggugat). Ada empat anak (cucu) mereka yang tinggal di s‎ini, satu sampai lulus SMK dan ada juga yang dari bayi sampai usia enam tahun," ujar Cicih.

Baca: 4 Pemain Asing Serbu Liga 1, Adakah yang ke Persib Bandung?

Baca: Sevilla vs Manchester United 0-0: Jalannya Pertandingan

"Semuanya saya rawat disini. Uang penjualan itu untuk mencukupi kebutuhan kami semua yang tinggal disini. Kalau mengandalkan uang pensiunan dan kontrakan tidak cukup."

‎Alasan lainnya, Cicih merasa punya hak atas tanah yang dijual karena tanah didapat dari harta bersama selama pernikahan.

Apalagi, kata dia, anak-anaknya yang menggugat sudah mendapat warisan tanah dari almarhum S Udin namun ternyata dijual karena untuk keperluan mendesak.

‎"Saya ini sebagai orang tua tidak gegabah. Saat saya mau jual itu rumah, saya datangi anak-anak saya, saya datangi Aji Rusbandi tapi tidak ada dan saya bicara sama istrinya. Saya datangi Ai Sukawati, dia setuju rumah dijual. Tidak ada masalah. Tapi ternyata saya malah digugat. Kemarin saya pertama kali menginjakkan kaki di pengadilan, ketemu pengacara dan hakim,"' kata Cicih.

Meski digugat, Cicih (78) tetap menyayangi mereka.

"Sebagai orang tua, saya masih sayang sama mereka. Kasih ibu tidak akan hilang dengan kondisi apapun. Saya memaafkan mereka dan berharap kasus ini disudahi dan kami berkumpul lagi sebagai satu keluarga," ujar Cicih.

‎Alit berharap keluarga kembali rukun. Tidak ada niatan dari Alit untuk menguasai harta Cicih.

Apalagi, selama ini ia dianggap kakak-kakaknya ingin menguasai harta warisan.

"Semua sudah kebagian warisan dari bapak. Sedikitpun saya tidak ingin menguasai seluruhnya, saya berharap keluarga kembali rukun, kasihan ibu saya sudah tua," ujar Ali.

Kuasa hukum penggugat,Tina Yulianti Gunawan berpendapat bahwa gugatan Rp 1,6 miliar pada Cicih sangat beralasan.

"Kami tetap sesuai aturan hukum bahwa apa yang dilakukan tergugat itu salah. Kami mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pasal 1365 KUH Perdata," ujar Tina via ponselnya, Rabu (21/2).

Pihaknya juga menyebut Pasal 584 KUH Perdata yang membahas hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan daluarsa, dengan pewarisan baik menurut undnag-undang maupun wasita dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuar terhadap barang itu.

Dasar hukum lain yang diajukan yakni Psla 2 Undang-undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atu kuasanya.

Pasal itu berisi "Pemakaian tanah tanpa ijin dari yang berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang, diancam dengan hukuman pidana kurungan selama-lamanya tiga bulan.

"Sesuai aturan hukum yang kami sebutkan, surat wasiat yang ditunjukan tergugat itu tidak berdasar, tidak sah karena tidak ditandatangani oleh notaris," katanya.

Saat ini, pihaknya fokus mencari solusi terbaik. Selain harus patuh pada aturan undang-undang, Tina meminta penjualan tanah dibatalkan kemudian kembali ke status awal tanah tersebut.

"Langkah selanjutya, agar jual beli tanah itu dibatalkan dulu kemudian dilakukan mediasi selanjutnya. Sehingga, bisa dibahas langkah-langkah perdamaian. Kalaupun toh tergugat keukeuh tanah 91 meter itu haknya berdasar surat wasiat hibah itu tidak sah," ujar Tina. ‎‎

Sidang perdana kemarin mengagendaka mediasi. Para tergugat diwakilkan oleh kuasa hukum mereka. Pada sidang perdana, baru mengagendakan mediasi. Sidang dilanjutkan pada pekan depan. (Mega Nugraha)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas