Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menelusuri Isu Jual Beli Mayat untuk Bahan Pratikum Mahasiswa di Semarang

Untuk dokter yang menempuh koas (asisten dokter) maupun yang sedang menempuh pendidikan spesialisasi, mereka harus menyediakan kadaver sendiri

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Menelusuri Isu Jual Beli Mayat untuk Bahan Pratikum Mahasiswa di Semarang
Ist via Sriwijaya Post
Ilustrasi mayat 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Kadaver (mayat manusia yang telah diawetkan) bukan istilah asing bagi Ali (nama samaran), meski ia tak berkuliah di fakultas kedokteran (FK). Ali saat ini masih menempuh perkuliahan di Fakultas Ilmu Keperawatan di sebuah kampus di Semarang.

"Mayat yang telah diawetkan dan dipakai untuk pembelajaran anatomi mahasiswa kedokteran atau sering disebut kadaver itu, informasinya harganya memang mahal," kata Ali.

Disampaikan, berdasarkan informasi yang beredar, harga satu kadaver bisa mencapai Rp10 juta-Rp 20 juta. Namun, saat disinggung dari mana dan bagaimana proses membeli kadaver tersebut, ia tak mengetahui secara pasti.

"Kalau sejauh itu, saya tak tahu seluk-beluknya seperti apa," ucapnya. Menurut dia, mahasiswa kedokteran sudah menggunakan kadaver untuk proses pembelajaran anatomi. Pada tahap ini, katanya, kadaver sepenuhnya disediakan oleh kampus.

Sementara, untuk dokter yang menempuh koas (asisten dokter) maupun yang sedang menempuh pendidikan spesialisasi, mereka harus menyediakan kadaver sendiri. Memang, tidak secara individu, melainkan urunan atau patungan untuk digunakan satu kelompok.

"Satu kelompok berisi antara enam-sepuluh orang," ucapnya.

Hal berbeda disampaikan oleh Sammy (nama samaran) mahasiswa Fakultas Kedokteran Unissula angkatan tahun 2000. Saat ini, ia telah menjadi seorang dokter dan berpraktik di sebuah klinik. Sammy juga praktik mandiri di kediamannya, di wilayah Kota Semarang.

BERITA REKOMENDASI

"Kita nggak pernah beli-beli atau menyediakan mayat sendiri, memang ada mata perkuliahan yang menggunakan kadaver," katanya.

Disampaikan, selama duduk di bangku kuliah, hanya ada satu mata kuliah yang membutuhkan kadaver untuk alat peraga yakni, mata kuliah anatomi 2, yang ditempuh pada semester kedua.

"Saat itu pun kita tidak melakukan pembedahan apa pun terhadap kadaver. Kita hanya mencocokkan anatomi kadaver dengan buku atlas anatomi," terangnya.

Menurut dia, saat mencocokkan dengan anatomi tubuh manusia asli dengan atlas, mahasiswa diperbolehkan memegang kadaver secara langsung. "Hanya sebatas memegang, kalau yang membedah-bedah itu yang boleh dosen," ucapnya.

Diakui, mata kuliah anatomi 2 merupakan mata kuliah yang sulit. Karena itu, ia bahkan harus mengulang selama sembilan kali mata kuliah tersebut.


"Bagi kami dulu, mata kuliah ini, saking sulitnya bagaikan mimpi buruk di siang hari. Ibaratnya ini ya, lebih menakutkan materi ujian anatomi daripada harus tidur bersebelahan dengan mayat," akunya.

Lalu, selama sembilan kali mengulang mata kuliah, apakah kadaver yang digunakan sama ataukah berbeda-beda? Menurut ia, kadaver yang digunakan berbeda-beda, sebab di ruang laboratorium tak hanya ada satu-dua kadaver, tapi ada banyak.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas