Penegakan Qanun Syariat Islam di Aceh Tenggara Mandul, Ini Alasannya
Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014, tentang hukum jinayat telah jelas diatur namun, pelaksanaannya masih separuh hati dan tidak peduli.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Asnawi Luwi
TRIBUNNEWS.COM, ACEH UTARA - Penegakan Qanun Syariat Islam di Aceh Tenggara "mandul" alias sangat lemah yang dibuktikan maksiat dan minuman keras semakin menjamur di Bumi Sepakat Segenap yang diberlakukan syariat Islam.
Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Aceh Tenggara, Sukarman, kepada Serambinews.com, Jumat (23/2/2018) mengatakan, penegakan Qanun Syariat sangat lemah di Agara.
Maksiat seperti perjudian, miras, wanita muslimah tanpa jilbab semakin menjamur dan terkesan maksiat adanya pembiaran dan lemahnya pengawasan dari Pemkab Agara.
Menurut dia, Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014, tentang hukum jinayat telah jelas diatur namun, pelaksanaannya masih separuh hati dan tidak peduli.
Hal lain diutarakan Pimpinan Pesantren Tarbiyah Auladil Muslimin Aceh Tenggara, Ustaz M Hatta Bulkaini Skd.
Menurut dia, khalwat atau mesum harus diberantas juga, karena mereka tidak lagi malu-malu berbuat mesum di daerah-daerah obyek wisata dan ini harus rutinitas di razia.
Baca: Berbagai Penampilan 6 Juara Fast Track Miss Indonesia 2018, Kontestan Aceh Menggunakan Hijab
Tegaknya syariat Islam bisa diberlakukan di Agara kalau pimpinan daerah atau Muspida Plus duduk bersama untuk menegakkan Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 di Bumi Sepakat Segenap.
Apalagi Ketua Mejelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Agara baru dan ini menjadi semangat baru untuk menegakkan syariat Islam di Agara.
Wakil Bupati Agara, Bukhari, mengatakan, MPU Agara belum dilantik.
"Ini resiko dalam transisi dan harus memahami situasi saat ini kita defisit anggaran kendati telah dipangkas di seluruh SKPK-SKPK devisit mencapai Rp 36 miliar," ujar Wabup Agara Bukhari.
Lanjutnya, anggaran dipangkas di seluruh SKPK-SKPK, dilakukan ini untuk efisiensikan anggaran dan untuk tunjangan DPRK sesuai PP Nomor 18 dan pengangkatan CPNS mencapai Rp 25 miliar setahun.
"Bukan kita tidak mendukung Syariat Islam dan tetap berkomitmen menegakkan syariat sesuai dengan visi dan misi yang religius dan berbudaya.