Kisah Tuna Daksa yang Jadi Tukang Parkir, Agus Jadikan Tangan untuk Kaki
Meski tidak memiliki kedua kaki, Agus Slamet tetap semangat bekerja sebagai tukang parkir di Rumah Makan Garang Asem Sari Rasa
Editor: Sugiyarto
Demikian cara Agus untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Belas kasihan tak pernah dia pikirkan.
Yang ada di benaknya bagaimana dia bisa bekerja dengan cara yang halal untuk anak dan istrinya di rumah.
Sebagai penyandang difabel sejak lahir, tentu rasa kecewa tetap ada.
Namun hal itu selalu dipatahkan oleh sang ibu.
Saat masih kanak-kanak, tidak jarang dia murung karena kondisinya, ibunya yang senantiasa memberi senangat dan menghiburnya agar bisa menerima keadaannya.
"Ibu saya bekerja sebagai penjual jajanan ringan keliling dan buruh cuci, saya sering diajak, digendong. Demikian cara ibu saya menghibur waktu saya masih kecil," katanya.
Kekecawaanya berlanjut ketika dia hendak duduk di bangku sekolah.
Dia tidak diterima di sekolah umum, hanya boleh sekolah luar biasa.
Namun dia tetap memiliki kebanggaan, meski cacat setidaknya dia tetap sekolah meski hanya sampai bangku SMP dan itu pun tidak sampai lulus.
"Setelah di sini saya sekolah SMP di Solo. Di sana saya juga tidak sampai lulus, akhirnya saya balik lagi di Kudus. Di sini ada orang yang mau menyekolahkan saya, saya mau, dan saya pun tidak sampai lulus," katanya.
Bagaiaman pun, Agus merasa iri dengan orang normal lainnya.
Keinginan yang didambakan yaitu dia hanya ingin memberi tumpangan kepada sang istri saat naik sepeda motor.
Hanya saja dia tidak punya sepeda motor khusus.