Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Asman Abnur: Penyakit Birokrasi di Indonesia Harus Segera Diobati

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur mengatakan, terdapat penyakit birokrasi di Indonesia.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Asman Abnur: Penyakit Birokrasi di Indonesia Harus Segera Diobati
Tribunnews.com/Apfia Tioconny Billy
Asman Abnur 

Hal lain yang merupakan penyakit birokrasi adalah perilaku ASN yang belum profesional. Padahal, SDM ASN merupakan unsur yang terpenting dalam birokrasi. Bukan hanya dalam pengertian fisik pegawai, tetapi menyangkut seluruh aspek yang melekat pada pegawai yang bersangkutan, mulai dari perilaku, kompetensi, pengetahuan, kreativitas atau soft skill lainnya.

"Masih banyak ASN yang berpikir bukan sebagai pelayan masyarakat, tetapi lebih mengedepankan kekuasaan," katanya.

Lebih lanjut Menteri mengatakan, ada banyak pendekatan yang bisa diambil. Tetapi secara umum, ada langkah-langkah atau jurus yang seharusnya dilakukan.

Pertama, memperbaiki manajemen kinerja. Dalam hal ini, lanjut Asman, program dan kegiatan harus benar-benar dirancang untuk menghasilkan outcome yang tepat sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan.

"Tidak boleh ada lagi kegiatan-kegiatan siluman yang diselipkan dalam program tertentu yang sama sekali tidak memiliki kaitan dengan outcome," tegasnya.

Jurus kedua, Pembangunan unit kerja menuju Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM) yang merupakan miniatur pelaksanaan reformasi birokrasi, terutama pada unit kerja yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat.

Diharapkan unit kerja yang nantinya mendapat predikat WBK-WBBM dapat menjadi contoh pelaksanaan reformasi birokrasi bagi unit-unit kerja lainnya.

Berita Rekomendasi

Dikatakan, pada tahun 2017, terdapat 6 unit kerja yang mendapat predikat WBBM dan 71 unit kerja yang mendapat predikat WBK. Diharapkan semakin banyak unit kerja yang mendapat predikat WBK/WBBM.

Langkah ketiga, melakukan penyederhanaan organisasi pemerintahan. Pada tahun 2014, yaitu awal pemerintahan Kabinet Kerja, pemerintah telah membubarkan 10 Lembaga Non Struktural (LNS), pada tahun 2015 dibubarkan 2 LNS, tahun 2016 dibubarkan 9 LNS dan terakhir pada tahun 2017 dibubarkan 2 LNS.

Sehingga antara tahun 2014 sampai dengan 2017 secara total berjumlah 23 LNS yang sudah dibubarkan. Pembubaran dilakukan mengingat tugas dan fungsi LNS tersebut sudah dilaksanakan kementerian/lembaga teknis.

Jurus keempat, mempercepat penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government) secara terintegrasi. Ini perlu dilakukan mengingat pengembangan e-government dihadapkan pada kenyataan bahwa setiap instansi membangun sistem e-government mereka sendiri, sehingga terjadi pulau-pulau sistem elektronik dalam satu instansi yang mengakibatkan pemborosan belanja infrastruktur.

Selama tahun 2013-2015 pemerintah sudah mengeluarkan total belanja aplikasi sebesar 34 Triliun dan belanja infrastruktur sebesar 56 Triliun. Padahal sebenarnya 65% dari aplikasi yang dibangun merupakan aplikasi umum berbagi pakaiyang dapat dikembangkan secara terpusat.

"Hanya 35% aplikasi bersifat spesifik/khusus yang hanya ada di instansi pemerintah tertentu karena sifat tugas dan fungsinya," jelas Asman.

Dampak dari permasalahan ini meliputi: pemborosan anggaran belanja negara untuk teknologi informasi yang meningkat setiap tahun tetapi pemanfaatannya hanya sekitar 30%, disintegrasi sistem informasi pemerintah, risiko keamanan dan validitas data yang diyakini.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas