Areal Rumput Laut dan Jalur Pelayaran Masih Sering Bersinggungan
Persoalan sektor perikanan lainnya di Kalimantan Utara ialah belum memadainya spesifikasi kapal patroli
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribun Kaltim Muhammad Arfan
TRIBUNNEWS.COM, TANJUNG SELOR - Persoalan budidaya kelautan dan perikanan di Kalimantan Utara masih cukup kompleks.
Salah satunya soal alur pelayaran yang kerap bersinggungan dengan areal budidaya rumput laut.
Masalah tersebut sering terjadi di Kabupaten Nunukan.
Beberapa waktu lalu kata Amir, sempat sudah ada kesepakatan jalur mana dan areal mana yang boleh jadi tempat budidaya rumput laut dan yang mana sebagai alur pelayaran.
"Sayangnya, sudah disepakati tetapi ternyata masih dilalui juga," kata Amir Bakry kepada Tribun, Rabu (11/4/2018).
Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Utara kemudian menyikapinya dengan menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Amir mengatkan, RZWP3K itu tinggal menunggu di tetapkan menjadi peraturan daerah oleh DPRD dan Pemprov.
Baca: 21 Ekor Penyu Mati di Pesisir Pantai Paloh, Pemicunya Bikin Miris
"Tinggal diparipurnakan di DPRD. Kami harap itu bisa cepat dilakukan," katanya.
Dokumen itu mengatur pemanfaatan ruang di wilayah pesisir termasuk segala jenis usaha di laut baik budidaya, pertambangan, pariwisata, dan konservasi.
Amir mencontohkan, kawasan bagan dan budidaya rumput laut sudah terakomodir dalam dokumen RZWP3K.
"Jadi tidak boleh lagi ada bagan atau areal rumput laut yang menyalahi zonasi yang sudah ditetapkan, karena rawan mengganggu alur pelayaran," sebutnya.
Melanggar dokumen RZWP3K berarti melanggar aturan. Ada sanksi administratif yang akan dijatuhkan pemerintah daerah terhadap pelanggar bisa berupa pembekuan izin bahkan pencabutan yang bisa berujung pada penghentian beroperasi.
"Bukan hanya bagi nelayan dan pembudidaya, tetapi berlaku untuk semua, baik itu perusahaan yang mau membangun pipa bawah laut, membangun pelabuhan, dan lainnya harus patuhi dokumen itu," sebutnya.
Persoalan sektor perikanan lainnya di Kalimantan Utara ialah belum memadainya spesifikasi kapal patroli.
Belum lama ini Dinas Kelautan dan Perikanan bersama KSOP menemukan aksi melawan hukum di laut.
"Kita kejar mereka tetapi tidak bisa sampai pada penangkapan karena kapal mereka bermesin 200 PK 2 unit. Mesin kita kecil dari itu," katanya.
Amir menjelaskan, instansinya sudah meminta bantuan kapal patroli kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Kapal berspesifikasi tinggi diperlukan untuk mengawasi pengiriman kepiting secara ilegal Malaysia.
Selanjutnya, di Nunukan sudah pernah dibuat perencana kawasan industri perikanan. Namun gagal direalisasikan karena mengalami kendala pasokan listrik dan air bersih.
"Jadi kami sedang coba buat studi pembangunan kawasan industri perikanan di Tarakan. Kita optimistis berhasil," ujarnya. (Wil)