Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kakek 76 Tahun Ini Jalan Kaki dari Banyuwangi ke Bangkalan, Ini yang Ia Lakukan

Tekad bulat Zainuri (76) untuk lebih mendekatkan diri dengan Sang Khaliq tak terbendung.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Kakek 76 Tahun Ini Jalan Kaki dari Banyuwangi ke Bangkalan, Ini yang Ia Lakukan
surabaya.tribunnews.com/ahmad faisol
Zainuri berteduh sejenak dari sengatan terik matahari di sebuah warung kopi di Jalan RE Martadinata, Kelurahan Mlajah, Bangkalan, Jumat (20/4/2018) 

"Ngomong aku nek onok opo-opo (bilang kalau ada apa-apa) jare Sarwo. Tapi yo gak penak (tidak enak)," kata pria berkumis tebal itu.

Keputusan Zainuri menolak tumpangan karena dirinya tengah melakukan tirakat berjalan sambil membaca Shalawat Nabi. Zainuri menempuh perjalanan selama 12 hari untuk tiba di Kota Bangkalan.

Safar (pengembaraan) melalui tirakat mlaku (jalan kaki) itu dilakukannya sebagai upaya 'melarikan diri' dari hiruk pikuk lingkungan keluarga dan teman-temannya sejak Senin (9/4/2018).

"Materi itu bisa menyeret manusia ke hal maksiat. Pantangan paling berat adalah mata. Dari (mata) situlah semua berawal. Banyak yang gagal dalam tirakat ini," ungkapnya.

Pengembaraan tersebut merupakan 'tugas' dari seorang guru spiritual yang dipanggilnya dengan sebutan Mbah Kiai Basuki, asal Semarang Jawa Tengah.

Di Pulau Madura, ia harus tawassul ke makam 40 ulama besar. Di mulai dari Pesarean Syaichona Cholil dan Makam Sunan Cendana di Kecamatan Kwanyar.

Di kecamatan pesisir di Bangkalan selatan itu, ia pernah nyantri.

Berita Rekomendasi

Bahkan, KH Kholilurrohman (Ra Lilur) yang wafat sepekan lalu, disebut Zainuri.

"Lilur itu kekasih asli Nabi Khidir. Ia suka bermain di laut, seperti main di darat saja. Gak telles (tidak basah), lha wong air laut berjarak sejengkal dari tubuhnya," kenangnya.

Setelah selesai di Madura, ia melanjutkan tirakat mlaku ke arah barat melewati Kudus sampai ke Banten, Jawa Barat.

"Pulang dari Jawa Barat, ya tetap jalan kaki. Tiga bulan tugas ini harus selesai," jelasnya.

Tak hanya meninggalkan istri, ia juga meninggalkan kebun jeruk seluas satu hektare di kampung halamannya. Sementara anak semata wayang telah berkeluarga dan tinggal di Ngawi.

"Santri yang ngurus kebun jeruk. Untuk pondok, ada yang ngurus. Ada tujuh kiai untuk mengajar para santri," pungkasnya. 

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas