Kasus Miras Oplosan, Perlu Regulasi Baru Dalam Peredaran Methanol
Miras oplosan yang dijual Rp 20 ribu per botol ukuran 600 ml oleh Samsudin cs mengandung kadar methanol.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Fakta yang terungkap dalam kasus produksi minuman keras oplosan oleh Samsudin Simbolon (50) dan kawan-kawannya yang menewaskan 45 orang warga Kabupaten Bandung, adalah penggunaan zat kimia methanol dalam jumlah banyak.
Miras oplosan yang dijual Rp 20 ribu per botol ukuran 600 ml oleh Samsudin cs mengandung kadar methanol.
Setiap hari, ia mampu memproduksi miras oplosan sebanyak 240 botol atau 10 dus seharga Rp 270 ribu, dipasarkan di wilayah Kecamatan Nagreg, Majalaya hingga Cicalengka. Dalam kasus ini, Samsudin yang mendatangkan alkohol jenis methanol tersebut.
Methanol sendiri mudah didapatkan di pasaran. Bahkan, Wakapolri Komjen Syafrudin menyebut Samsudin mendapatkan methanol di pasaran.
"Dia beli di pasaran," kata Syafruddin di rumah Samsudin, Jalan Raya Bandung-Garut, Kamis (19/4/2018).
Informasi yang dihimpun, methanol bisa didapat di banyak tempat selain di toko kimia. Methanol merupakan zat kimia dalam kelompok alkohol yang paling berbahaya dan mempunyai sifat racun jika dikonsumsi. Methanol juga kerap digunakan bahan dasar untuk bahan bakar spirtus.
Di situs-situs online, methanol dijual dengan harga yang bervariatif tergantung ukuran. Mulai dari Rp 13 ribu untuk ukuran 600 ml hingga Rp 350 ribu untuk isi 4 liter.
Karena mudah dibeli, Wakapolri mengisyaratkan perlu pengaturan dalam pembelian methanol.
"Bahwa kasus ini harus dijadikan pintu masuk bagi semua stakeholder kementerian dan lembaga terkait supaya jadi perhatian besar untuk membuat regulasi baru. Kasus ini korbannya banyak karena miras oplosan, seperti wabah penyakit. Jadi saya tegaskan perlu regulasi baru," kata Syafruddin. (Mega Nugraha)