Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Acil, Perempuan Paruh Baya yang Dongkrak Perekonomian di Kampung Purun

Perempuan di Kampung Purun memanfaatkan taman liar menjadi sumber penghasilan. Mereka memanfaatkan Purun untuk membuat tas dan lainnya

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Kisah Acil, Perempuan Paruh Baya yang Dongkrak Perekonomian di Kampung Purun
Tribunnews.com/Dennis Destriyawan
Acil Salasyah (50), seorang perajin di Kampung Purun, Banjar Baru, Kalimantan Selatan yang menggunakan bahan baku tanaman liar untuk dijadikan tas dan lainnya 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, KALIMANTAN - Tumbuhan rumput yang hidup liar di atas lahan gambut, Purun, mendongkrak perekonomian warga di Kampung Purun, Palam, Banjar Baru, Kalimantan Selatan.

Perempuan di Kampung Purun memanfaatkan taman liar menjadi sumber penghasilan. Mereka memanfaatkan Purun untuk membuat tas, kopiah, tikar, dan kipas.

Baca: Viral di Medsos, Jonathan Sebut Tak Berniat Menendang Anak yang Bermain Ayunan di Mal Kelapa Gading

Acil Salasyah (56) telah 30 tahun beraktivitas sebagai perajin yang memanfaatkan Purun sebagai bahan baku. Acil membuat kelompok usaha kerajinan anyaman purun berjumlah 20 orang.

"Karena ada Purun, sudah tidak terpakai lagi dari hasil penjualan ladang," ujarnya di Kampung Purun, Palam, Banjar Baru, Kalimantan Selatan, Sabtu (28/4/2018).

Perajin di Kampung Purun
Acil Salasyah (56) menunjukkan tanaman liar di lahan gambut di kawasan Kampung Purun, Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Tanaman itu diolahnya menjadi sebuah kerajinan tangan berupa tas dan lainnya. (TRIBUNNEWS.COM/DENNIS DESTRYAWAN)

Acil menerangkan, satu ikat purun bisa menghasilkan lima tas. Satu tas dijual seharga Rp 35 ribu.

Berita Rekomendasi

Per orang bisa membuat satu tas dengan durasi 90 menit. Dari penjualan hasil kerajinan itu, perekonimian warga sekitar membaik

"Alhamdulillah ekonomi semakin membaik," ujar Acil.

Proses pembuatan tas, ucap Acil, bermula dari mencabut Purun dari lahan gambut. Para pengrajin menjemur Purun selama tiga hari.

Setelah itu, Purun dihaluskan menggunakan mesin penumbuk Purun yang dibuat secara gotong-royong oleh warga sekitar. Dari hasil Purun yang sudah ditumbuk, dianyan oleh para pengrajin menjadi kerajinan yang dapat dijual.

"Kalau sudah jadi tas harganya macam-macam tergantung model dari Rp 20-150 ribu per satu tas. Kalau sehari bisa hasilkan 20 tas tetapi bisa lebih tergantung pesanan," ujar Acil.

Baca: Kapolri Tito Tidak Canggung Ikuti Syuting Film 22 Menit

Acil dan warga sekitar mengaku terbantu dengan kehadiran Badan Restorasi Gambut. Sebab, pengelolaan lahan gambut lebih baik, karena ada pencegahan terjadinya kebakaran hutan rawa gambut saat musim kemarau.

"Kalau lahan tidak terbakar, kita bisa gunakan Purun untuk buat kerajinan tangan," ujar Acil.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas