Sumiyati Ogah Ambil Uang Ganti Terdampak Tol Semarang-Batang Meski Rumahnya Sudah Dieksekusi
Ratusan warga dari delapan desa di Kendal yang rumahnya terdampak proyek jalan tol Semarang-Batang berdemo di halaman Kantor DPRD Kendal.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, KENDAL - Ratusan warga dari delapan desa di Kendal yang rumahnya terdampak proyek jalan tol Semarang-Batang berdemo di halaman Kantor DPRD Kendal, Jumat (27/4/2018).
Mereka meminta dilakukan pengukuran ulang dan kenaikan harga ganti lahan milik mereka.
Bahkan, mereka mendirikan tenda untuk menginap di halaman parkir Kantor DPRD Kendal.
Warga melakukan hal itu karena merasa tergusur dari rumah dan tanahnya, sehingga tidak memiliki tempat tinggal.
Mereka akan menginap di halaman Kantor DPRD hingga tuntutannya dituruti pihak pejabat pembuat komitmen (PPK) Tol Semarang-Batang dan BPN Kendal.
Baca: Mengapa Warga Nekat Mengebor Minyak Secara Tradisional Tanpa Peralatan Pengamanan?
Sumiyati, warga Desa Kertomulyo mengatakan, tidak terima dengan harga yang telah ditetapkan PPK.
Akibatnya, hingga kini ia belum mengambil uang ganti di Pengadilan Negeri (PN) Kendal, meski rumahnya telah dieksekusi beberapa hari lalu.
"Saya minta pengukuran dilakukan secara adil sesuai dengan ukuran dan harganya. Tanah kebun saya dikasih harga Rp 250 ribu per meter, saya mintanya seperti layaknya harga tanah berbentuk kapling," katanya.
Sumiyati menilai, uang ganti itu tidak layak.
Pasalnya jika dibelikan tanah di lokasi lain, ia tidak mendapatkan luas tanah yang sama dengan yang dimiliki sebelumnya.
Terlebih, harga tanah tiap warga berbeda-beda nominalnya.
Baca: Kemenaker Diminta Cek Langsung Temuan Ombudsman soal Serbuan TKA di 7 Provinsi
Warga lain yang rumahnya terkena dampak pembangunan jalan tol, Sodikin mengaku, terpaksa menginap di halaman Kantor DPRD bersama warga lain karena tidak mempunyai tempat tinggal.
Sebab, rumahnya sudah digusur menggunakan alat berat, sementara ia juga tidak mau mengambil uang ganti di PN Kendal.
"Saya belum mau menerima uang ganti. Sebab, tanah dan rumah saya dihargai murah," tuturnya.
Malu
Warga Kertosari, Brangsong itu menyatakan, rumahnya sudah dieksekusi satu minggu lalu.
Selama ini, ia bersama keluarganya tinggal di rumah saudara.
"Saya malu kalau tinggal di rumah saudara terus," ucapnya.
Warga lain, Somiatun mengatakan belum mau menerima uang ganti.
Sebab, uang ganti yang diberikan terlalu rendah dan tidak bisa dibelikan rumah yang luas dan besarnya sama.
"Saya akan menginap di sini," ujar dia.
Baca: Aktivis 98 Protes Amien Rais Klaim Dirinya Sebagai Bapak Reformasi: Sejarah Harus Diluruskan
Seperti diketahui, jalan tol Semarang-Batang direncanakan sudah dapat dilalui saat musim mudik 2018 tiba.
Hal itu diungkapkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, saat meninjau proyek itu pertengahan April lalu.
Menurut dia, secara keseluruhan jalan tol Semarang-Batang pada musim mudik 2018 telah siap dilintasi dengan proses pengerjaanya sudah mencapai sekitar 75 persen.
"Saat dilintasi pemudik seluruh tol sudah dalam bentuk kongkrit, jalannya bukan lagi timbunan tanah, tetapi sudah dalam beton rigid seperti tol pada umumnya," urainya.
Sebelumnya, PPK Tol Semarang Batang, Tendi Herdianto sempat mengatakan, meski warga tidak setuju dengan harga tanah yang telah ditetapkan untuk pembangunan proyek jalan tol sepanjang 75 Km itu, pihaknya tetap melakukan eksekusi.
"Karena kami dikejar untuk segera fungsional saat lebaran, dan dasar hukum kami juga jelas mengenai eksekusi. Maka proses eksekusi dan uang ganti rugi kami titipkan di Pengadilan Negeri kendal," terangnya.