Di Kudus Ada Pesantren Khusus Austis, Yuk Kita Lihat Seperti Apa Kegiatan Mereka
Duduk melingkar di gazebo, seluruh santri itu larut oleh arahan seorang ustazah yang menuntun doa apa yang harus diucapkan oleh santri.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rifqi Gozali
TRIBUNNEWS.COM, KUDUS – Suara lirih serentak keluar dari mulut santriwati Pesantren al Achsaniyyah.
Puluhan santri saat itu sedang melantunkan bermacam doa. Mulai dari doa yang biasa diucapkan seusai salat, maupun doa berbuka puasa.
Duduk melingkar di gazebo, seluruh santri itu larut oleh arahan seorang ustazah yang menuntun doa apa yang harus diucapkan oleh santri.
Saat itu, Jumat (25/5/2018), santri laki-laki tak ikut, karena disibukkan oleh persiapan salat jumat.
Di pesantren ini beda dengan pesantren lainnya. 97 santri yang menemapti pesantren ini semuanya penderita autis.
Maka, tak jarang pesantresn yang terletak di Desa Pedawang RT 4 Rw 3, Kecamatan Bae, Kudus ini juga disebut sebagai pesantren autis.
Saat Ramadan kali ini disisipkan sejumlah kegiatan tambahan. Kegiatan itu erat dengan nuansa keagamaan. Mulai dari tadarrus bersama, salat tarawih, buka bersama, sampai sahur bersama.
Didirikan pada 2007, kemudian mulai ditempati pada 2010, pesantren ini meneguhkan diri sebagai tempat menampung orang-orang yang dikucilkan di masyarakat.
Oleh pengasuhnya, H Moh Faiq Afthoni, tujuan yang paling utama adanya pesantren ini bisa memberi bimbingan kepada santrinya agar hidup mandiri.
Meski secara psikologi para santri mengalami keterbelakangan, namun kesabaran serta ketelatenan para guru pendamping menjadi kunci keberhasilan pendidikan di tampat ini.
Di pesantren ini, kecakapan kognitif bukan menjadi yang utama. Yang terpenting para santri yang autis itu bisa mandiri, dalam arti bisa memenuhi keperluan sehari-hari tanpa harus meminta bantuan kepada orang lain, maka sudah dianggap berhasil.
Selain itu, taraf keberhasilan pendidikan di pesantren itu juga dinilai ketika ada seorang santri yuang diterima di sekolah reguler.
“Kami kerja sama dengan beberapa sekolah reguler, ketika ada anak yang bisa diterima di sekolah umum atau reguler, maka anak itu berarti sudah berhasil selama menempuh bimbingan di pesantren ini,” kata Moh Faiq Afthoni saat ditemui di pesantren, Jumat (15/5/2018).
Sebagai pesantren yang menampung anak autis, lanjut Faiq, tentu ada resep manjur agar anak-anak yang dibimbing di situ menjadi pribadi yang mandiri serta tergali potensinya.
Di antara yang dilakukannya yakni memberi arahan kepada setiap orang tua agar memasrahakan sepenuhnya kepada pihak pesantren.
Pasalnya, pasrahnya orang tua dan keteguhan hati guru yang ada di pesantren itu menjadi penyokong cepatnya perkembangan anak untuk mandiri.
“Kalau sudah mandiri, kami akan gali potensinya. Ada yang punya potensi sebagai drummer, ada pula yang punya potensi sebagai dai."
"Yang pasti ada banyak potensi yang bisa digali. Tapi kalau kesembuhan layaknya orang normal, kami tidak ada jaminan, karena anak-anak ini di dalam agama tergolong la yakqil (tak memiliki akal sempurna) maka gairu mukallafin(tak dikenai hukum agama),” ujar lulusan Universitas Al Azhar Kairo Mesir.
Sebagai pesantren, tentu saja menanamkan nilai-nilai spiritual. Faiq meyakini, penanaman nilai spiritual kepada santri autis itu akan mempercepat proses para santri menuju mandiri.
“Makanya sseperti saat ramadan, ada yang namanya tadarrus al Quran, selanjutnya kalau malam juga ada tadarrus."
"Kegiatan ini diperuntukkan bagi anak yang sudah mandiri, bagi yang masih zero atau masih belum bisa mandiri tidak kami terapkan kegiatan. Kami lakukan bimbingan sampai dia mampu mandiri,” kata dia. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.