Puncak Musim Kemarau di Yogyakarta Diprediksi Bulan Agustus
Djoko menerangkan suhu dingin pada malam hari akan berlangsung selama periode musim kemarau.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Kepala kelompok data dan informasi Stasiun Klimatologi Yogyakarta, Djoko Budiyono mengatakan penurunan suhu merupakan salah satu karakteristik musim kemarau.
Pada bulan Juli, wilayah Australia tengah berada pada musim dingin.
Sifat dari massa udara yang berada di Australia dingin, kering, dan memiliki tekanan yang relatif tinggi.
Tekanan udara yang relatif tinggi di Australia ini menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia semakin tinggi sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara yang semakin besar pada malam hari di Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT.
"Kandungan uap air dalam udara (kelembabannya) sangat rendah. Uap air punya sifat dapat menyerap radiasi atau panas yang berasal dari bumi, sehingga bisa menghangatkan suhu bumi," katanya.
Baca: BREAKING NEWS: Sejumlah Kapal di Pelabuhan Benoa Terbakar
"Rendahnya uap air dalam udara maka radiasi dari bumi langsung ke luar ke atmosfir tanpa ada yang menyerap. Kondisi inilah yang menyebabkan suhu udara di sekitar bumi menjadi cepat dingin," kata Djoko.
Djoko menerangkan suhu dingin pada malam hari akan berlangsung selama periode musim kemarau.
Sementara puncak kemarau di Yogyakarta akan terjadi pada Agustus.
"Jadi selama Juli sampai Agustus udara dingin masih berlangsung. Untuk itu masyarakat harus menjaga kesehatan. Kurangi aktivitas di malam hari. Banyak istirahat dan minum air putih yang cukup, karena sifat udara dingin dan kering. Siang hari juga relatif panas," terangnya.
Terkait suhu yang dingin, Djoko mengimbau masyarakat tak perlu khawatir.
Meskipun suhu mencapai 18 derajat, Jumat (6/6/2018) malam, namun masih wajar.
Yogyakarta pernah mengalami suhu terendah pada 30 Agustus 2009 dengan suhu mencapai 13,4 derajat Celcius.
Mengenai pesan berantai tentang fenomena Aphelion, Djoko mengatakan pengaruh tidak signifikan.
Aphelion merupakan fenomena astronomi yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.
"Tidak berpengaruh, aphelion terjadi sekitar bulan Juli, jadi seolah-olah aphelion ada dampak terhadap penurunan suhu di Indonesia," katanya.
Menurutnya, penurunan suhu di bulan Juli tidak hanya dialami masyarakat Yogyakarta saja, tetapi juga daerah lain, seperti Bali, NTT, NTB, dan daerah Jawa lainnya.
Oleh sebab itu masyarakat tidak perlu khawatir. (tribunjogja.com)