Mengintip Penangkaran Buaya Milik Fatah Arif Suyanto di Desa Dawuhan Kulon Banyumas
Setiap kali Arif melempar umpan daging ayam ke kolam, buaya-buaya ini adu cepat untuk menyambar.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, BANYUMAS - Kolam penangkaran buaya milik Fatah Arif Suyanto di Desa Dawuhan Kulon, Kedungbanteng Banyumas acap kali senyap.
Puluhan ekor buaya di kolam itu lebih sering membatu dan malas bergerak.
Tetapi diam-diam, reptil ini selalu mengincar dan siap menerkam mangsa yang datang.
Tak ayal, setiap kali Arif melempar umpan daging ayam ke kolam, buaya-buaya ini adu cepat untuk menyambar.
Air kolam yang mulanya tenang berkecipak keras lantaran tertampar tubuh gempal buaya.
Tetapi persaingan antar buaya berebut umpan ini tidak terjadi di sebuah kolam lain yang hanya dihuni dua ekor buaya.
Guntur, seekor buaya muara betina ibarat ratu di kolam itu.
Saat umpan dilempar, Guntur lebih dulu menyambar lalu melahapnya. Adapun rekannya hanya terpaku dan menunggu umpan lain datang.
"Buaya Muara itu kan terkenal paling ganas. Nah, di sini buaya Muara paling ganas Guntur," katanya.
Wajar saja temannya tak berkutik. Guntur adalah buaya paling berkuasa di antara puluhan buaya lain di penangkaran itu.
Buaya itu tak pernah akur dengan teman-temannya.
Baca: Seorang Mahasiswa Ditangkap Polisi Gara-gara Rekam Gadis saat Mandi
Di antara teman-temannya, tubuhnya memang paling bongsor.
Panjang tubuh buaya muara ini mencapai 3,5 meter dengan bobot lebih dari 2,5 kuital.
Itupun ukuran sekitar 1,5 tahun lalu, saat buaya itu dititipkan oleh BKSDA Jateng di penangkaran tersebut.
Selain tubuhnya yang besar, usinya juga cukup matang, sekitar 25 tahun.
Guntur, sebelum nama itu disematkan, buaya sangar tersebut sudah mencuri perhatian banyak orang, juga merepotkan orang-orang yang membawanya dulu ke penangkaran.
Entah bagaimana menangkapnya, tubuh Guntur saat itu sudah penuh dengan ikatan, mulai ujung moncong yang menyimpan taring runcing, hingga kaki-kakinya yang berkuku tajam.
Pengamanan makhluk itu sungguh berlapis. Dalam kondisi terikat, ia ditawan di dalam kerangkeng besi lalu dikunci rapat.
Hingga reptil itu diangkut dengan mobil ranger melintasi medan pegunungan.
Beberapa anggota polisi mengawal di belakang untuk menjamin keamanan.
Lalu penduduk desa berhamburan keluar untuk menyaksikan penampakan satwa ganas itu.
Butuh sepuluh orang untuk memikul buaya jumbo itu ke kolam penangkaran.
Baca: Semburan dari Dalam Laut Sebelah Barat Pulau Panjang Pertama Kali Diketahui Misnan
Petugas harus berjuang keras melepas reptil itu ke kolam sampai beberapa saat.
Jika tidak hati-hati, satu gerakan buaya itu bisa jadi petaka bagi orang saat ikatannya dilepas.
Arif pada akhirnya merasa nama Guntur cocok disematkan pada buaya itu.
Di samping garang, riwayat buaya itu berawal dari sebuah Pondok Pesantren di wilayah Guntur Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
"Saya namai Guntur, karena buaya ini dari daerah Guntur," katanya.
Seperti namanya, Guntur bak gelegar petir yang menakutkan.
Buaya-buaya lain dibuat tak berkutik di hadapannya karena kekuatan tak imbang.
Akhirnya, Guntur diisolasi atau dipisahkan dengan buaya lain agar kondusifitas kandang terjaga.
Kini Guntur menempati sebuah kandang tersendiri. Ia hanya ditemani seekor buaya lain yang dianggap cocok menemaninya.
Sifat buaya itu lebih banyak mengalah sehingga tak memancing pertengkaran.
Buaya itu memilih makan belakangan, jika Guntur tak menyentuh makanan itu.
"Cocoknya dengan ini, kalau dicampur buaya lain gak cocok, pasti ditengkari," katanya.
Namun di luar kegarangannya, ada ruang hampa di kehidupan buaya tersebut.
Guntur tetaplah buaya betina yang pastinya merindukan kehadiran pejantan tangguh.
Baca: Iswandi Bawa Celurit ke Ruang Pengadilan Agama Agar Istrinya Tak Marah-marah saat Sidang Cerai
Terlebih usianya sudah cukup matang, lebih dari 23 tahun.
Secara biologis, Guntur siap kawin dan beranak. Tetapi kesangarannya justru membuatnya sulit menemukan jodoh.
Guntur belum menemukan pejantan yang lebih tangguh darinya.
Semua pejantan di penangkaran terlalu lemah dan tak mampu mengimbangi kekuatannya.
Arif pernah berusaha menyatukan Guntur dengan buaya jantan yang dicampur dalam satu kolam.
Alih-alih menggagahi, pejantan itu tak berdaya di hadapan Guntur yang berbodi lebih besar.
Pejantan cemen itu pun akhirnya dikembalikan ke kandangnya semula.
Menurut Arif, Guntur kemungkinan bisa kawin jika telah menemukan pejantan yang bisa mengimbangi atau melebihi kekuatannya.
Masalahnya, hingga kini dia belum menemukan pejantan yang sesuai kriteria tersebut.
Guntur yang telah siap dibuahi, terancam masih akan sendiri.
"Pernah dicampur, tapi pejantannya kalah. Belum ada pejantan yang bisa mengimbangi kekuatannya," kata Arif.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.