Biaya Pendidikan di Sekolah Ini Gratis, Tapi Gaji Guru Tetap di Atas Rata-rata
Meski menerapkan kebijakan sekolah gratis, namun tetap harus memberikan kualitas yang prima.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Meski menerapkan kebijakan sekolah gratis, namun tetap harus memberikan kualitas yang prima.
Hal itu yang diterapkan di sekolah-sekolah milik Yayasan Himpunan Muslim Penyantun Anak Yatim dan Anak Terlantar atau Himmatun Ayat.
Salah satu caranya, yakni mengupah guru di atas rata-rata gaji di sekolah setara.
Tiga taman kanak-kanak, satu sekolah dasar, dan satu madrasah tsanawiyah milik Yayasan Himmatun Ayat di Surabaya memiliki 38 pengajar.
Struktur organisasi tiap sekolah juga dibentuk secara profesional, ada kepala sekolah dan jabatan struktur lain.
“Kami memberikan gaji sedikit lebih tinggi disbanding dengan gaji di sekolah lain yang setara di sekitar sini,” terang Ketua Yayasan Himmatun Ayat, Budi Hartoyo.
Ia mencontohkan, dulu ketika gaji guru rata-rata di sekolah setara lain Rp 30.000 per jam, pihaknya mengupah guru sekitar Rp 35.000 per jam.
Agar pembelajaran berlangsung efektif, tiap kelas atau rombongan belajar (rombel) dibatasi hanya 20 siswa.
Satu guru, kata Budi, bertanggung jawab atas satu kelas. Rencananya, dalam waktu dekat pihaknya akan menambah guru di masing-masing kelas.
Menurut dia, perbandingan jumlah guru dengan siswa harus terukur. Pihaknya menyadari, jumlah guru yang tak sebanding dengan jumlah siswa akan mengganggu keseriusan di kelas.
Siswa yang lulus MTs pun tak begitu saja dilepas yayasan. Mereka yang memiliki keinginan melanjutkan lagi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi hingga perguruan tinggi akan tetap dikawal.
Budi menjelaskan, yayasan menyiapkan beasiswa untuk siswa-siswa tersebut untuk menempuh pendidikan di luar yayasan.
“Bulan Januari-Ferbruari (2018), kami sudah wanti-wanti agar yang sudah kelas tiga SMA untuk mencoba pendaftaran kuliah di kampus negeri. Bagi yang keterima, kami siapkan laptop,” terangnya.
Yayasan juga memberikan beasiswa bagi mereka yang diterima di kampus negeri. Yakni, uang senilai Rp 1-2 juta per semester, uang bulanan, dan uang masuk atau uang pangkal. Siswa juga didorong untuk mencoba mencari beasiswa lain untuk memperingan biaya.