Dihukum Seniornya, Siswi SMAN di Mojokerto Terancam Lumpuh, Kementerian PPA Angkat Bicara
Sri Danti Anwar, Plt Deputi Perlindungan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menanggapi kasus siswi SMAN 1 Gondang
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM,, SURABAYA - Sri Danti Anwar, Plt Deputi Perlindungan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menanggapi kasus siswi SMAN 1 Gondang, Kabupaten Mojokerto, yang terancam lumpuh karena hukuman skot jump.
Menurut dia itu termasuk kekerasan pada anak dan harus ditindak tegas.
"Kalau itu kan sangat memprihatinkan. Kalau kami punya tangan di daerah lewat Dinas PP dan PA kita koordinasi. Kami harapkan ada pendampingan kepada korban, sekaligus tindakan kepada guru," katanya, Minggu (22/7) saat ditemui Surya.co.id di Java Paragon Hotel and Residence.
Menurut Sri Danti, masalah anak ini ibarat gunung es sehingga masih perlu upaya edukasi, sosialisasi, penguatan kesadaran tindakan kekerasan itu melanggar hak asasi manusia.
"Menurut survei terakhir 2013, kekerasan usia 13 - 17 tahun banyak dialami korban anak laki-laki, tapi 18 - 24 tahun, anak perempuan, persentasenya saya gak hapal. Tapi dari laporan pusat layanan terpadu, setiap daerah pasti ada kasus kekerasan pada anak. Bukan hanya fisik, tapi psikis juga," lanjutnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya Mas Hanum Dwi Aprilia siswi kelas XI IPS-2 SMAN 1 Gondang menderita cidera parah pada syaraf tulang belakang setelah melakukan hukuman fisik skot jump (Squat Jump).
Tak main-main, akibat hukuman skot jump itu hingga menyebabkan korban tidak bisa berjalan. Korban bahkan berpotensi mengalami kelumpuhan lantaran menderita cidera parah pada urat syaraf di bagian tulang belakangnya.
Korban tidak bisa menggerakan kedua kakinya, bahkan saat memiringkan badannya dia harus dibantu.