Bobol Bank Mandiri Rp 1,8 T Dua Orang Ini Pakai Hasil Kejahatannya Untuk Beli Mobil Mewah dan Aset
Sebanyak 10 jaksa gabungan dari Kejagung, Kejati Jabar dan Kejari Kota Bandung dilibatkan untuk perkara yang sudah dilimpahkan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menerapkan pasal di Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada perkara pembobolan Bank Mandiri senilai Rp 1,8 Triliun.
"Kami fokus untuk perkara utamanya dulu. Untuk TPPU nanti dikembangkan lagi," ujar Kepala Kejari Kota Bandung Rudy Hirmawan di Jalan Jakarta, Jumat (17/8/2018).
Sebanyak 10 jaksa gabungan dari Kejagung, Kejati Jabar dan Kejari Kota Bandung dilibatkan untuk perkara yang sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung pada 16 Agustus itu.
Penerapan TPPU dalam kasus itu berkaitan karena dari Rp 1,8 triliun yang dibobol dari Bank Mandiri, Rony dan Juventius menggunakan sebagian uangnya untuk kepentingan pribadi.
Seperti membeli kendaraan mewah jenis Porsche, Alphard, Range Rover hingga aset tak bergerak di Jabar, Jateng hingga Sulawesi Utara.
"Memang, aset-aset itu dibeli dari hasil kejahatan pembobolan uang di Bank Mandiri dan sudah kami sita. Tapi semua aset yang disita itu untuk pengembalian kerugian negara," ujar Rudy.
Kasus itu melibatkan dua orang dari swasta, pemilik PT Tirta Amarta Bottling (TAB) Rony Tedy dan Juventius selaku Head Officer PT TAB dan lima orang karyawan Bank Mandiri Cabang Bandung, yakni Surya Baruna Semenguk selaku commercial banking Manager, Teguh Kartika Wibowo selaku senior credit risk Manager, Frans Zandstra selaku relationship Manager Totok Suharto dan Poerwitono Poedji Wahjono yang juga dari Bank Mandiri.
Kasus itu bermula saat Rony mengajukan kredit comercial pada Bank Mandiri dibantu stafnya, Juventius yang membuat laporan keuangan soal aset PT TAB tahun 2014.
Laporan keuangan itu jadi salah satu syarat pengajuan kredit sebesar Rp 1,1 triliun yang disetujui oleh Frans Zandra, Surya Baruna dan Teguh Kartika Wibowo.
"Laporan keuangan itu dimanipulasi, padahal agunan yang dimiliki Rp 79 miliar. Dengan laporan palsu itu, Rony mendapat pinjaman tidak sah sebesar Rp 1,1 triliun lebih. Setelah proses audit BPK RI, kerugian negara karena kredit itu mencapai Rp 1,8 miliar karena PT TAB tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran kredit," ujar Rudy.
Penyidik kejaksaan menerapkan Pasal 2, 3 dan 9 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.