Giliran Ketua DPRD Kota Balikpapan yang Diperiksan Kasus Dugaan Korupsi Proyek RPU Rp 12,4 Miliar
giliran Ketua DPRD Kota Balikpapan Abdulloh memenuhi panggilan penyidik Tipikor Polda Kaltim untuk dimintai keterangan sebagai saksi kasus proyek RPU.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, BALIKPAPAN ‑ Pengusutan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek Rumah Pemotongan Unggas (RPU) di Km 13, Karang Joang, Balikpapan Utara terus berlanjut.
Jumat (31/8) kemarin, giliran Ketua DPRD Kota Balikpapan Abdulloh memenuhi panggilan penyidik Tipikor Polda Kaltim untuk dimintai keterangan sebagai saksi kasus proyek RPU.
Abdulloh tiba di Mapolda sekitar pukul 08.30 Wita didampingi seorang kuasa hukum dan ajudannya.
Sempat istirahat untuk melaksanakan shalat Jumat, pemeriksaan terhadap Abdulloh dilanjutkan kembali hingga menjelang Maghrib.
Sekitar 18.15 Wita, politisi Partai Golkar Balikpapan ini meninggalkan gedung Tipikor Polda Kaltim.
Dua hari sebelumnya, anggota DPRD Balikpapan Faisal Tola mengaku telah memenuhi panggilan penyidik Polda Kaltim untuk dimintai keterangan sebagai saksi pada kasus yang sama.
Saat dikonfirmasi Direskrimsus Polda Kaltim, Kombes Yustan Alpiani melalui Kasubdit Tipidkor AKBP Winardy, menyatakan penyidik masih akan terus melakukan pemeriksaan.
"Penyidik menawarkan kepada yang bersangkutan pengumpulan keterangan sampai pukul 17.00 Wita. Apabila belum selesai, bila dia menyanggupi akan dilanjutkan hingga malam. Kalau tidak, dilanjutkan hari berikutnya," ungkap Winardy.
Belakangan diketahui, penyidik menyiapkan 70 draft pertanyaan kepada Abdulloh sebagai saksi kasus dugaan pidana korupsi Rumah Potong Unggas (RPU) Balikpapan. Belum lagi proses pemeriksaan terjadi pengembangan.
Misal, draft pertanyaan dijawab lebih dari satu, penyidik punya hak mengembangkan di luar draft pertanyaan yang sudah disusun.
"Sampai tadi (sekitar pukul 17.00 Wita) baru sekitar 40 sampai 50 draft pertanyaan," katanya.
Adapun keterangan yang jadi sasaran penyidik, mulai tupoksi selaku Ketua Dewan, prosedural pengambilan keputusan, kronologi pembahasan anggaran terkait RPU, hingga pada penetapan APBD, serta hal‑hal terkait lainnya.
Utamanya, soal nominal anggaran pembebasan anggaran pembebasan lahan RPU yang muncul dalam APBD 2015 senilai Rp 12,5 miliar. Sementara di Rancangan APBD 2015 tertulis Rp 2,5 miliar. "Proses naik jadi segitu (Rp12,5 Miliar) bagaimana," ujar Winardy.
Untuk langkah lebih lanjut, penyidik akan menyesuaikan keterangan dari berbagai saksi yang dihimpun dengan fakta‑fakta yang didapat penyidik sebelumnya.
Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Ade Yaya Suryana menambahkan, pemeriksaan merupakan bagian progres penyidikan yang berjalan.
Hasilnya keterangan saksi akan dikembangkan penyidik untuk melakukan pengungkapan secara transparan terhadap kasus dugaan korupsi proyek RPU.
"Sabar saja, nanti akan kita buka secara detail setelah penyidik menyelesaikan pemeriksaan sejumlah saksi," tandansya.
Sementara, ditemui Tribun usai dimintai keterangan penyidik, Ketua DPRD Balikpapan Abdulloh menjelaskan mengenai kronologi munculnya anggaran Rp 12,5 miliar di APBD 2015.
Dia menegaskan nominal Rp 12,5 miliar dalam APBD 2015 menyangkut pembebasan lahan RPU tak ujuk‑ujuk keluar begitu saja.
Semua melewati serangkaian proses panjang sesuai mekanisme pembahasan anggaran.
"Tidak ada ujug‑ujug muncul anggaran. Kamu mau berkilah tidak tahu, tak mungkin. Kalau lupa bisa. Karena 1 dokumen APBD terdiri ribuan kegiatan. Itu disepakati bersama, bukan orang per orang," ungkapnya, Jumat (31/8) sore.
Abdulloh pun menguraikan proses tersebut, mulai masuk KUA‑PPAS, pembahasan di Komisi dan Banggar, hingga keluar nota pembahasan KUA‑PPAS, nota pandangan umum fraksi, kemudian dijawab Walikota di sidang paripurna.
"Menjelang penetapan APBD, itu ada namanya pendapat akhir fraksi. Dari jawaban Walikota, kami mengungkapkan jawaban akhir fraksi. RAPBD menjadi APBD disetujui 7 fraksi, ditandai kesepakatan bersama antara DPRD dan Walikota," jelasnya.
Lanjut Abdulloh, proses penetapan APBD tak berhenti di sana. Tahapan selanjutnya mengirim draft RAPBD ke Pemprov Kaltim untuk dievaluasi.
Apabila tak ada soal, dikembalikan ke Pemkot Balikpapan untuk ditetapkan.
"Paling lama 14 hari kerja. Kembali lagi ke pemkot, ternyata itu tak ada permasalahan di RAPBD yang disepakati bersama. RPU tidak masuk yang terevaluasi," katanya.
"Setelah dievaluasi Gubernur, kita wajib menetapkan APBD.. Ditetapkanlah APBD 2015 saat itu. Kamis serahkan ke Pemkot, untuk dilaksanakan di lapangan," tuturnya.
Tak Ada Rapat Tertutup
Kembali menilik, KUA‑PPAS yang diserahkan Pemkot ke DPRD di meja anggaran telah melalui pembahasan komisi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), maupun mitra kerja masing‑masing.
"Pembahasan setiap dinas kumpul di ruang rapat gabungan DPRD. Membahas rincian anggaran. Presentasi dinas kepada Banggar dan DPRD, juga di hadapan tim anggaran pemerintah."
"Dari argumen pun belum bisa diputuskan, sebelum OPD dan banggar menyetujui. Bila disepakati, baru kita ketok," jelasnya.
Abdulloh keukeuh mengatakan tak ada namanya rapat tertutup atau rahasia dalam ketuk anggaran dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 12,5 miliar.
Pembahasan tersebut dilakukan transparan, di ruang rapat gabungan dihadiri OPD, tim anggaran Pemkot dan Banggar DPRD Balikpapan.
Sementara, seperti diberitakan Tribun sebelumnya, Fadjry Zamzam, pengacara Pemkot Balikpapan menyatakan, masih belum jelas soal awal mula penentuan anggaran untuk pengerjaan proyek RPU di Karang Joang.
"Klien kami ngakunya tidak terlibat. Entah ini masih tertutup atau memang tidak tahu, saya juga belum tahu. Tapi mereka mengaku tidak tahu, tidak ikut membicarakan soal anggaran," ungkapnya pada Jumat (31/8) siang.
Fadjry sekitar awal 2018, secara resmi sebagai tim kuasa hukum dari para tersangka para Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Balikpapan yang tersangkut dalam kasus dugaan korupsi di proyek RPU Karang Joang.
Tersangka yang dimaksud adalah MY, CC, RT, dan NR. Mereka merupakan pejabat di Dinas Perikanan, Pertanian, dan Tanaman Pangan Kota Balikpapan.
Belum lama ini lanjut Fadjry, sekitar awal 2018 pernah melakukan rapat internal bersama Sekda dan empat orang ASN yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus RPU tersebut.
Saat itu, rapat membahas mengenai kasus dugaan korupsi proyek RPU di Karang joang. Namun saat pertemuan tersebut, tidak ada satu pun empat tersangka ASN bisa menjelaskan atau menggambarkan bagaimana anggaran bisa berubah naik secara fantastis dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 12,5 miliar.
"Mungkin saja mereka tahu tentang penganggaran, tapi mungkin masih belum mau terbuka saja. Sampai sekarang masih ada yang bilang tak tahu," ujarnya. (bie)