Tangis Anak Penjual Tuak "Mama Saya Diarak Warga dan Diikat di Pohon seperti Binatang"
"Awalnya ibu saya menolak, tapi anak itu memaksa karena dengan alasan ingin membeli nasi, belum makan. Akhirnya mamakku membelinya," tuturnya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Seorang perempuan muda, Siliyana Angelita Manurung, meluapkan jeritan hati melalui media sosial dan mengaku dianiaya bersama ibunya oleh warga di wilayah tempat tinggalnya.
Angelita yang tinggal di daerah Medan Estate, Deliserdang ini, meminta tolong kepada warganet, lembaga bantuan hukum, dan para jurnalis untuk menolong ia dan ibunya yang menurutnya telah menjadi korban persekusi.
Melalui video yang diunggah di akun Facebook-nya, Rabu (12/8/2018), Angelita dengan bekas lebam masih nampak di wajahnya, menceritakan kejadian sambil menangis.
Menurutnya, Selasa (11/9/2018) malam, dua orang pemuda datang ke rumah mereka ingin menjual sepatu kepada ibunya yang dikenal di daerah itu sebagai penjual tuak dan memiliki lapo.
"Awalnya ibu saya menolak, tapi anak itu memaksa karena dengan alasan ingin membeli nasi, belum makan. Akhirnya mamakku membelinya," tuturnya.
Baca: Pelaku Penggelapan Mobil Menangis Diarak Warga ke Polrestabes Medan
Rabu pagi, Angelita dibangunkan oleh pekerja di lapo milik ibunya.
"Tadi pagi, saya juga tidak tahu bagaimana ceritanya, saya masih tidur di kamar, pekerja disini membangunkan saya (mengatakan) 'Kak, mama di arak-arak sama orang kampung sini. Gara-gara mama beli sepatu dari si Basir," ujarnya.
Angelita pun langsung bergegas keluar rumah untuk mendapatkan ibunya.
Begitu sampai di lokasi dimana banyak warga berkumpul, ia mengaku melihat ibunya diikat di sebuah pohon.
"Hati seorang anak begitu sampai di TKP melihat kondisi ibunya diikat layaknya seperti binatang, hanya menggunakan baju dalam dikalungkan karton dikalungkan sepatu yang dia beli. Hati saya sebagai seorang anak sangat teriris," katanya sambil menangis.
"Hati seorang anak begitu sampai di TKP melihat kondisi ibunya diikat layaknya seperti binatang, hanya menggunakan baju dalam dikalungkan karton dikalungkan sepatu yang dia beli."
"Hati saya sebagai seorang anak sangat teriris," katanya sambil menangis.
Saat hendak menolong ibunya, Angelita mengaku dianiaya oleh seorang pria, MP, yang menurutnya adalah pimpinan sebuah ormas.
Awalnya, Angelita berkata bahwa pria itu tidak berhak menghakimi ibunya.