Garis-garis Hitam atau Putih Warna Favorit Kain Sarung Kiai Maruf Amin
Dari bawah, ia mengenakan slop sebagai alas kaki. Naik ke atas, Kiai Maruf Amin biasa mengenakan sarung dengan sebuah sabuk membelit pinggangnya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, BALIGE-Seperti umumnya kiai, Ma’ruf Amin punya ciri khas dalam berpakaian dalam setiap penampilannya di depan umum. Salah satu kiai karismatik Nahdlatul Ulama (NU) ini, dalam kesehariannya selalu mengenakan sarung.
Dari bawah, ia mengenakan slop sebagai alas kaki. Naik ke atas, Kiai Maruf Amin biasa mengenakan sarung dengan sebuah sabuk membelit pinggangnya.
Tentu supaya sarung tersebut tidak melorot ketika melakukan beragam aktivitas. Kiai Maruf juga suka mengenakan baju koko, jas, dan sorban yang menghias pundakny. Peci tidak lupa tersemat di atas kepalanya.
Tentu saja Kiai Maruf memiliki penampilan tersendiri, berbeda dengan penampilan Jokowi dalam pilpres 2019 yang kerap berpenampilan kasual Sebagai sosok ulama, pria 75 tahun ini tampil dengan gaya khasnya sendiri. Ya, tentu saja sarung yang menjadi ciri khas pria kelahiran Banten 11 Maret 1943 ini.
Jika dilihat dari latar belakang Maruf Amin yang sempat menjabat sebagai Ketua NU wilayah Jakarta periode 1966-1967, wajar jika pria yang dikaruniai delapan anak ini identik dengan sarung. Organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia ini memang dikenal sebagai kaum 'sarungan'.
Bersama sang istri Wury Estu Handayani di tepian Danau Toba, Ma'ruf Amin bercerita soal warna favorit sarungnya. "Saya tuh,sarung itu warna khusus tidak ada. Tapi yang saya suka itu garis-garis hitam, garis-garis putih. Kalau lebih bagus lagi corak putih hitam. Itu banyak saya suka, dua warna itu," kata Ma'ruf Amin, Balige, Sumatra Utara, Sabtu (6/10/2018).
Rupanya Ma'ruf Amin sangat menyukai jenis warna monokrom. Begitu pula dengan jas yang sering ia kenakan. "Jas pun begitu. Jas putih, jas hitam. Sehingga itu warna favorit saya," ungkap Kiai Ma'ruf yang duduk bersebelahan dengan istri tercintanya, Wury Estu.
Untuk pemilihan sarung sehari-harinya, Estu Wuri menerangkan bahwa dia tidak ambil bagian. Semua itu diserahkan penuh kepada Kiai Ma'ruf. "Biasanya pak kiai sendiri yang pilih," ucap Estu Wuri sambil tertawa kecil.
Soal koleksi sarung, Maruf Amin menyambungkan, dia sebisa mungkin akan mencarinya sendiri. "Saya juga kalau ada warna yang menarik saya cari sendiri," katanya dengan santai.
Sembari menikmati desiran angin di tepian Danau Toba, Maruf Amin berencana bakal mencari sarung dengan motif khas Toba Samosir. "Ya kalau ada Sarung Samosir. Saya tidak ingin memberikan mereknya, nanti jadi iklan," tutur Kiai sembari tertawa lepas.
Sang kiai seakan ingin menyampaikan pesan dalam setiap kunjungannya dengan penampilannya yang kerap mengenakan sarung. Ia mengabarkan pesan Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda seperti corak sarung tetapi tetap satu bagian.
Sebagai kiai, apalagi sebagai orang yang akan bertarung di kontestasi politik yang panas, pesan perdamaian ini sangat penting untuk terus digemakan.
Memberi contoh dengan perbuatan, dengan mempertahankan tradisi berbusana adalah contoh yang baik. Karena yang paling penting bukan semata busana, namun tindakan dan ketulusan hati untuk rakyat. Busana adalah simbol untuk menyampaikan maksud. Sarung, adalah simbol persatuan yang dipertahankan oleh Maruf Amin.