Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Suwardi dan Alat Tenun Tradisionalnya yang Usang

Meskipun alat yang digunakan dalam kondisi kurang baik, namun alat tersebut menjadi teman pria bernama Suwardi (62) berkarya.

TRIBUNNEWS.COM, PEKALONGAN - Seorang pria tua sibuk merajut kain menggunakan alat tenun tradisional.

Dia nampak sangat lihai merangkai ribuan benang menjadi kain bermotif.

Alat tenun yang ia gunakan terlihat sudah usang, dengan beberapa bagian yang terbuat dari kayu nampak lapuk.

Baca: 2 Gaya Baru Georgina Rodriguez di Dunia Maya, Mana yang Paling Cantik?

Meskipun alat yang digunakan dalam kondisi kurang baik, namun alat tersebut menjadi teman pria bernama Suwardi (62) berkarya.

Suwardi merupakan pengerajin kain tenun satu-satunya di Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara.

Pasalnya, rekan-rekannya sudah tidak lagi berkecimpung dalam pembuatan kain tenun tradisional.

Mahalnya bahan baku, dan tak sepadannya harga jual, dijelaskan Suwardi membuat para pengerajin kain tenun pensiun.

Berita Rekomendasi

Ditambah lagi munculnya Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) membuatnya berpikir dua kali untuk tetap melanjutkan pekerjaannya.

"Alat yang saya pakai merupakan alat tradisional, karena harus merajut satu persatu benang untuk mendapatkan motif yang diinginkan, bukan seperti ATBM, walaupun sama-sama menggunakan tenaga manusia tapi berbeda karena alat yang saya pakai lebih tua dari teknologi ATBM," katanya kepada Tribunjateng.com, di Kawasan Budaya Jatayu Kota Pekalongan, Sabtu (20/10/2018).

Untuk kain berukuran 3x1,5 meter, Suwardi harus terus merajut kain selama satu hari penuh.

Baca: Fadli Zon Sebut Jokowi Sindir Diri Sendiri soal Politik Kebohongan

"Karena usia saya tidak lagi muda, sekarang tidak kuat menyelesaikan pekerjaan dalam waktu sehari, biasanya dua atau tiga hari untuk kain 3x1,5 meter," jelasnya.

Pria 62 tahun tersebut mulai bergelut dengan kain tenun pada era 1980 dan semput vakum karena peminat kain tenun tradisional lama-kelamaan berkurang.

"Paling mahal saya pernah menjual kain tenunan saya dengan harga Rp 2 juta, dan itu sudah bertahun-tahun lamanya, namun sekarang kain buatan saya hanya dihargai Rp 25 ribu," paparnya.

Tak melulu soal materi, Suwardi tetap menekuni kegiatan tersebut karena kian lama, pengerajin kain tenun tradisional kian digerus jaman.

"Saya sangat berharap, ada generasi muda yang mau meneruskan agar kain tenun tradisional bisa berjaya kembali seperti era 1980, karena sekarang sudah tidak ada lagi yang meneruskan. Saya khawatir, jika saya dan pengrajin kain tenun lainnya sudah tiada, kain tenun tradisional juga akan hilang," tambahnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas