Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penjuangan Eko Bangkit dari Keterpurukan Usai Setelah Kecelakaan dan Kedua Tangannya Diamputasi

Kecelakaan saat bekerja pada tahun 2002 silam membuat kedua tangan Eko Sugeng harus diamputasi.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Penjuangan Eko Bangkit dari Keterpurukan Usai Setelah Kecelakaan dan Kedua Tangannya Diamputasi
Tribun Jogja/ Wisang Seto Pangaribowo
Eko saat melayani pembeli di stannya pada acara temu inklusi, Plembutan, Playen, Gunungkidul,Selasa (23/10/2018). 

Laporan Reporter Tribunjogja Wisang Seto Pangaribowo

TRIBUNNEWS.COM - Kecelakaan saat bekerja pada tahun 2002 silam membuat kedua tangan Eko Sugeng harus diamputasi.

Kejadian tersebut membuatnya  terpukul karena harus kehilangan kedua tangannya.

Baca: Remaja 15 Tahun Lumpuhkan Pria 37 Tahun yang Akan Perkosa Ibunya, Tangkap Pelaku hingga Polisi Tiba

Peristiwa pilu tersebut terjadi saat Eko tengah membantu saudaranya membetulkan antena televisi.

Saat merapikan kabel, secara tak sengaja tangannya menyentuh kabel yang ada aliran listriknya sehingga membuatnya tersengat setrum.

"Mau saya lepaskan tetapi tidak sempat, langsung saya tidak sadarkan diri bangun tiba-tiba sudah seperti ini," katanya ditemui di sela-sela temu inklusi, Selasa (23/10/2018).

Meski awalnya sempat terpukul, Eko mengaku terus berusaha untuk bangkit kembali.

Berita Rekomendasi

Suatu saat, ketika tengah menikmati kopi di sebuah kedai kopi di wilayah Yogyakarta, jalan terang menghampiri Eko.

Baca: Insentif 300 Penjaga Tempat Ibadah dan Penjaga Makam di Malang Dinaikkan, Ini Nominalnya

Pemilik kedai kopi yang menjadi langgannya menawarkan kepada Eko untuk menjadi seorang barista atau penyaji kopi.

"Sering jajan kopi, lalu ditantang oleh pemilik kedai kopi, koe ngopo kok mung tuku kopi mbok njajal dadi penyaji sisan (Kamu kenapa cuma membeli kopi sekalian saja jadi barista atau penyaji kopi) kata ownernya ke saya," katanya.

Dari situ dirinya diberi kesempatan untuk belajar bagaimana menyajikan kopi mulai dari menggiling kopi, menyeduh, hingga menyajikan ke konsumennya.

"Pertama saya diajarkan membuat kopi dengan cara V60, lalu diajarkan mengenali jenis-jenis kopi, lalu diajarkan merasakan kopi apa saja yang terkandung di dalam kopi," terangnya.

Sejak saat itulah Eko mulai menekuni profesi sebagai barista hingga saat ini.

Pertemuannya dengan pemilik kedai kopi telah membawa semangat baru bagi Eko untuk menjalani kehidupan sebagai seorang difabel.

"Sempat pada awal saya menjadi barista orang-orang memandang sebelah mata, apa benar-benar bisa saya membuat kopi, di Yakkum sudah ada alat yang dimodifikasi," katanya.

Gayung bersambut ketika ia ditawari oleh satu di antara NGO yaitu dari Asian Foundation yang menawari dirinnya bersama 7 rekannya, untuk belajar lebih dalam mengenai kopi bagaimana menyajikan hingga cara memasarkan produknya.

"Kami belajar banyak, bahkan kami live in dengan petani di Suroloyo, Kulon Progo. Kami belajar ngopeni (memelihara) kopi," imbuhnya.

Saat ini ia tinggal di kos-kosan dekat ia bekerja sebagai barista bersama istrinya serta satu orang anak berumur 4 bulan.

"Hasilnya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, selain itu istri juga ada usaha berjualan online," imbuhnya.

Eko berharap, teman-teman disabilitas yang lain untuk tidak berkecil hati. Dirinya yang masih berusaha membangun usaha, mengajak temannya untuk berusaha keluar dari keterbatasan.

"Jangan putus asa tetap berusaha sesuai dengan bidang masing-masing," imbuhnya. (tribunjogja)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas