Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Khawatir Dugaan Praktik Meracuni Sungai dan Umbul Air, Petani Demo PT TPL Pagi Ini Lanjut Dialog

Dalam tuntutannya mereka mendesak PT TPL berhenti mencemari sumber air yang berasal dari aktivitas pekerja memakai racun gulma

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Khawatir Dugaan Praktik Meracuni Sungai dan Umbul Air, Petani Demo PT TPL Pagi Ini Lanjut Dialog
TRIBUNNEWS.COM/ARJUNA BAKKARA
Kapolsek Sidamanik AKP Abidin (tengah) menenangkan warga dan pengurus Lembaga Adat Lamtoras Sihaporas yang memblokir jalan/portal menuju Sihaporas dan perkebunan PT Toba Pulp Lestari di sektor Aek Naeuli di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Mereka protes atas tindakan dugan mencamari umbul air dan meracuni ikan-ikan endemik di Sungai Maranti, Nagori Sihaporas. 

Laporan Wartawan Tribun Medan, Arjuna Bakkara

TRIBUNNEWS.COM, SIHAPORAS - Warga Sihaporas dan pengurus Lembaga Adat Lamtoras Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menggelar dialog di kantor Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Simalungun pagi ini, Rabu (7/11/2018).

"Hari ini, kami diundang pihak Dinas Lingkungah Hidup Kabupaten Simalungun untuk dialog dengan TPL mengenai kemarahan warga dan Lamtoras atas tindakan pencemarna umbul air, dan meracuni sungai di Sihaporas," ujar Wakil Ketua Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Mangitua Ambarita kepada Tribun-Medan.com, Rabu ini.

"Kami akan sampaikan sikap, tetap keberatan kalau sumber air minum kami (maaf) diberaki, dan sungai diracuni orang-orang yang kami duga pekerja PT TPL yang mendirikan kamp di dekat lokasi," ujar Mangitua melalui saluran telepon.

Sebelumnya, puluhan anggota masyarakat Sihaporas, ramai mendatangi pos PT Toba Pulp Lestari (TPL) di sektor Aek Nauli, Senin (5/11/2018) siang.

Dalam tuntutannya mereka mendesak PT TPL berhenti mencemari sumber air yang berasal dari aktivitas pekerja memakai racun gulma hingga mengakibatkan ekosistem rusak, bahkan warga berisiko mati keracunan.

"Kami tak ingin mata air atau umbul dijadikan tempat 'berak' pekerja- kamp PT TPL. Dan kami tidak ingin air diracuni lagi. Kalau sempadan sungai 50 meter, 100 meter dan 200 meter ya penuhi. Perusahaan besar pun harus patuh, jangan kalau warga yang salah langsung dipenjarakan," ujar Mangitua Ambarita dalam orasinya.

Berita Rekomendasi

Dalam aksi damai itu secara tegas, di hadapan Humas PT TPL Sektor Aek Nauli Sibuea, Mangitua menyampaikan air yang sudah terpapar racun beberapa hari lalu merupakan sumber air minum yang dialirkan ke rumah warga. Karenanya, mereka takut keracunan sekampung dan menuntut supaya pekerja perusahaan tidak lagi mendirikan kamp di lokasi umbul air. Termasuk mencuci, apalagi buang air besar di sumber air warga yang di lokasi itu ditemukan botol-botol racun, dua minggu lalu.

Mangitua beranggapan, PT TPL telah melanggar Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yang melarang aktivitas penebangan hutan dari areal sungai. Pantauan Tribun di lapangan, terdapat bekas penebangan pohon yang tidak sesuai perundang-undangan. Yakni, penebangan tidak berjarak200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, dan 50 meter kiri kanan sungai kecil, atau 100 meter untuk sungai besar.

Saat berunjuk rasa, warga meminta agar Manajemen PT TPL yang diwakili Humas PT TPL Sektor Aek Nauli, Sibuea membuat perjanjian tertulis untuk tidak bersedia menandatangani surat perjanjian penghentian aktivitas yang melanggar UU nomor 41 tahun 1999. Namun, Sibuea menolak sehingga membuat warga berang. Warga kecewa, hingga akhirnya sempat memblokir portal jalan.

Pengurus Lembaga Adat dan warga khawatir mereka mati keracunan. Dalam aksinya, sebelum bergerak menuju Pusat PT TPL mereka terlebih dulu menami tumbuhan alam di tempat ditemukannya bekas-bekas aktivitas pekerja yang diduga kuat menjadi penyebab matinya ratusan ekor ikan endemik di Sungai Maranti (kawasan) hulu usangai, dan Sungai Sidogor-dogor (kawasan dekat perkampungan, dan terdapat kolam).

Kematian secara mendadak ikan-ikan di Sihaporas dua minggu lalu membuat warga panik. Tidak hanya satu jenis ikan yang mati, selain Ihan Batak atau curong atau semah (air tawar seperti jenis ihan Batak (Latin: Neolissochilus thienemanni), ada juga ikan pora-pora, limbat (lele lokal) dan kepiting. Bahkan katak pun bermatian.

Menanggapi hal itu Humas PT TPL Agusta kepada Tribun menepis terjadinya pelanggaran. Menurutnya, dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PT TPL menjunjung tinggi komimen pengelolaan HTI secara berkelanjutan.

"PT TPL telah mendapatkan sertifikasi PHPL dan IFCC dari lembaga independen yang kredible. Audit pengelolaan HTI pun dilakukan secara berkala untuk memastikan implementasi di lapangan dilakukan sesuai dengan aturan dan SOP yang berlaku,"klaimnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas