Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penipuan dan Penggelapan Tanah Rp 150 M, Ketut Sudikerta Hanya Tertawa
Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta hanya tertawa menanggapi penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan perkara penipuan dan penggelapan uang.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Wakil Gubernur Bali periode 2013-2018, I Ketut Sudikerta, ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Bali.
Ketut Sudikerta dijadikan tersangka terkait dugaan perkara penipuan dan penggelapan, pemalsuan, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Jumat (30/11/2018).
Namun Sudikerta hanya tertawa menanggapi penetapan dirinya sebagai tersangka tersebut.
Selain Sudikerta, ada beberapa terlapor lainnya yang masih berstatus saksi termasuk istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini.
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan tanah senilai Rp 150 miliar di Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, ini dilaporkan perusahaan raksasa Maspion Grup.
Penetapan tersangka Sudikerta ini berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang dikeluarkan Subdit II Dit Reskrimsus Polda Bali pada Jumat (30/11/2018).
Dalam SP2HP tersebut menyatakan terhitung sejak Jumat (30/11/2018), I Ketut Sudikerta telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Dalam surat yang ditandatangani Kasubdit II Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP Agung Kanigoro Nusantoro ini juga berisi pasal sangkaan untuk politisi Golkar ini.
Di antaranya Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KHUP tentang pidana penipuan dan penggelapan, Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang penggunaan surat palsu dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Sudikerta sudah dua kali menjalani pemeriksaan di Polda Bali terkait laporan LP/99/III/Ren 4.2/2018 SPKT Polda Bali tertanggal 15 Maret 2018 dan LP/ 367/Ren 4.2/X/2018/Bali/SPKT tertanggal 4 Oktober 2018.
Dalam laporan tersebut Sudikerta dilaporkan melakukan tindak pidana penipuan, penggelapan dan pencucian uang atas dua bidang tanah SHM Nomer 5048/Jimbaran seluas 38.650 m2 dan SHM Nomer 16249/ Jimbaran seluas 3.300 m2.
Kasubdit II Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP Agung Kanigoro Nusantoro, yang dikonfirmasi terkait penetapan tersangka ini membenarkannya.
Baca: Ketut Sudikerta Tersangka Kasus Dugaan Penipuan dan Penggelapan Tanah Senilai Rp 150 Miliar
Tapi ia enggan berkomentar lebih lanjut.
"Yang memang benar sudah tersangka," ujar AKBP Agung yang dihubungi Jumat malam.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Hengky Widjaja juga membenarkan adanya penetapan tersangka itu.
"Iya, itu resmi dari Ditreskrimsus setelah melalui gelar perkara, yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan tanah," ujarnya singkat.
Kuasa hukum Sudikerta, Togar Situmorang, saat dikonfirmasi tadi malam, mengaku belum menerima secara resmi surat penetapan tersangka kliennya.
Namun selaku kuasa hukum, ia menyayangkan dan menyesalkan tindakan penyidik kepolisian yang dianggapnya tergesa-gesa menjadikan Sudikerta tersangka.
Ia pun menduga penetapan ini ada unsur politiknya menjelang Pemilu 2019. Diketahui Sudikerta maju sebagai calon legislatif (caleg) DPR RI Dapil Bali dari Partai Golkar.
"Secara resmi belum ada di kami. Kalau memang penetapan tersangka itu benar, kami sangat menyayangkan dan kami sangat menyesalkan, kenapa kok tergesa-gesanya seorang I Ketut Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka. Ini jelas kriminalisasi, mematikan nama baik, nama besar Sudikerta. Atau pun di dalam hal ini ada semacam pertarungan politik," ucapnya saat dihubungi melalui telepon selulernya, Jumat (30/11/2018) malam.
Togar menyatakan Sudikerta sudah mengetahui informasi penetapan dirinya sebagai tersangka,
Ketua DPD Golkar itu, kata Togar, hanya tertawa menanggapi penetapan tersangka tersebut.
"Sudah. Selaku kuasa hukum saya dipanggil ke rumahnya. Pak Sudikerta hanya ketawa. Dia bilang silakan press conference. Beliau minta saya menceritakan apa adanya rekan-rekan media nantinya," tuturnya.
Togar juga mengaku heran dengan pasal-pasal yang disangkakan kepada Sudikerta, karena kliennya sama sekali tidak melakukan perbuatan seperti apa yang disangkakan.
"Dalam pasal-pasal ini, ada saya dengar Pasal 378 tentang penipuan. Siapa yang ditipu oleh Sudikerta, bagaimana cara menipunya. Pada saat saya mendampingi Sudikerta, itu saya baca Pasal 372 tentang penggelapan. Apa yang digelapkan oleh Sudikerta. Beliau kenal saja tidak dengan pelapor," jelasnya.
"Yang menarik dikatakan ada pemalsuan, kalau pemalsuan dimana dipalsukan, apa yang dipalsukan, bagaimana cara dipalsukan, dan apa yang digunakan dari pemalsuan itu. Lalu dapat apa Sudikerta dari apa yang dipalsukan," ujarnya dengan nada tanda tanya.
Baca: Wali Kota Subulussalam Merah Sakti Menangis dan Minta Maaf di Rapat Paripurna DPRK
Togar juga heran, adanya sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Sudikerta.
Menurutnya, penyidik harus membuktikan terlebih dahulu pokok perkara pidana.
"Perkara pokok pidananya kan harus dibuktikan dulu. Tidak bisa orang dibilang TPPU. Kalau TTPU harus jelas dulu perkara pidana awalnya. Kalau dibilang TPPU, menggunakan apa untuk mencuci uang itu. Di mana proses pencucian uang itu. Rekening siapa yang digunakan untuk pencucian uang itu. Nilainya berapa. Nah itu tidak ada yang dilakukan oleh yang namanya I Ketut Sudikerta. Ini makanya, saya sangat terkejut, heran dan sangat menyayangkan. Sepertinya ada target, target tertentu," ucapnya.
Tolak Beri Keterangan
Togar mengakui sekitar seminggu lalu Sudikerta memenuhi panggilan pihak kepolisian, dan dia ikut mendampingi.
Sudikerta dipanggil sebagai saksi. Namun dalam pemeriksaan itu, katanya, Sudikerta menolak memberikan keterangan.
"Jadi waktu itu kami juga heran, karena pelapor awalnya melaporkan Ibu Dayu dan Gunawan Priambodo atas kasus pelaba pura. Kasus itu aja SP-nya belum jalan, kok kasus yang pelapornya sama, tapi terlapornya sekarang beda, I Ketut Sudikerta. Kok bisa tersangka, padahal Pak Sudikerta pada saat dipanggil ke Polda Bali diperiksa, beliau keberatan," ujarnya.
"Saat itu Pak Sudikerta dengan tegas dan terang benderang menyatakan tidak tahu apa-apa. Sehingga menolak diperiksa, karena beliau tidak tahu apa-apa. Waktu itu diceritakan penyidik, ada peristiwa begini, ada peristiwa hukum, ada sertifikat palsu, ada PT, ada ini, ada itu.
Pak Sudikerta bilang "saya tidak tahu apa-apa kaitannya dengan itu. Daripada saya memberikan keterangan palsu, saya menolak berita acara."
"Berita acara diteken, tapi kami menolak diperiksa. Pemeriksaan itu sekitar 10 menit," ungkap Togar.
Ditegaskan, terkait penolak pemeriksaan oleh Sudikerta, lantaran tidak kenal pelapor. Selain itu barang bukti yang dilihatkan tidak sesuai dengan materi pokoknya.
"Artinya begini, formil boleh ada akta, tapi materinya benar nggak. Materi ini kan harus disatupadukan. Dalam penetapan tersangka seseorang harus ada dua alat bukti. Alat buktinya apa? Oke ada pelapor, tapi apa alat bukti yang lain. Ada tidak nama Sudikerta," tanyanya.
Untuk langkah selanjutnya, Togar menyatakan akan melakukan upaya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Namun pihaknya merasa dalam perkara ini ada dugaan kriminalisasi.
"Sebagai warga negara yang baik kami akan menggunakan aturan-aturan hukum yang berlaku. Yang jelas kami merasa dikriminalisasi,” ujarnya.
Baca: Mengenal Ratu Munawaroh, Ibu Tiri Zumi Zola yang Setia Mendampingi Hingga Zulkifli Nurdin Berpulang
Apakah akan melakukan praperadilan?
"Untuk upaya praperadilan, belum sampai ke sana. Nanti kami akan bicarakan dan diskusikan lagi dengan tim saya," jawab Togar.
Tawarkan Tanah
Kasus ini berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta.
Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, dimana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama.
Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melawati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar.
Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013.
Beberapa bulan setelah transaksi barulah diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain.
Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 150 miliar.
"Jadi Sudikerta ini berperan mulai menawarkan tanah, membuat PT Pecatu Bangun Gemilang hingga membagikan uang hasil penjualan tanah tersebut," jelas sumber.
Kuasa hukum PT Masipon Grup, Sugiharto dkk yang ditemui di Polda Bali, Jumat (30/11/2018) sore, mengatakan pihaknya juga sudah menerima SP2HP terkait penetapan Sudikerta sebagai tersangka.
Ia berharap penyidik bisa melakukan proses penyidikan selanjutnya sesusia dengan proses hukum yang berlaku.
Termasuk menyeret semua pihak yang terlibat dalam perkara ini.
"Kami sudah menggelontorkan uang besar Rp 150 miliar, tapi kami dibohongi. Kami tidak bisa menguasasi fisik tanah dan tidak memilik hak atas dua bidang tanah tersebut," kata Sugiharto.
Artikel ini telah tayang di Tribun-bali.com dengan judul Sudikerta Tertawa Ditetapkan Tersangka, Ini Latar Belakang Dugaan Kasus Yang Menjeratnya
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.