Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tangis Histeris Sambut Korban Pembantaian Papua, 'Dia Laki-laki Terbaik, Bapak Terhebat'

Apalagi, Samuel tewas dibantai oleh kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Bukit Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Tangis Histeris Sambut Korban Pembantaian Papua, 'Dia Laki-laki Terbaik, Bapak Terhebat'
TRIBUNKALTIM/RAHMAT TAUFIQ
Jenazah Samuel Pakiding Korban Pembantaian di Papua 

TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Tangis histeris Agus Rudia Pasa pecah ketika peti mayat yang berisi jenazah sang suami, Samuel Pakiding, sampai di rumah duka, di Jalan Tengko Situru RT 25 KM 5 Bukit Sion, Jahab, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (8/12/2018).

Agus sempoyongan memeluk peti jenazah Samuel dan berulang kali menyebut nama Tuhan. Bagi Agus, kematian Samuel adalah ujian terberat dalam hidupnya.

Apalagi, Samuel tewas dibantai oleh kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Bukit Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.

Agus meyakini, kematian suaminya adalah kehendak Tuhan. Namun, Agus menyesali kepergian Samuel dengan cara yang kejam.

“Dia laki-laki terbaik, Bapak terhebat dan suami yang luar biasa. Dia mencari uang untuk menafkahi anak istrinya. Meski jauh dan berbahaya, tapi dia tetap pergi. Karena dia yakin, semua akan baik-baik saja,” kata Agus saat diwawancarai.

Samuel meninggalkan empat anak. Anak pertama berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku SMP, sementara yang paling kecil masih balita berusia tiga tahun. Kepergiannya ke Nduga belum genap dua bulan.

Selama itu, Agus dan Samuel hanya bisa berkomunikasi lewat ponsel beberapa kali. Sebab, di lokasi tempat Samuel bekerja, tidak ada sinyal dan sulit dijangkau kendaraan.

Berita Rekomendasi

“Dia berangkat ke Papua tanggal 13 Oktober, tanggal 14 November komunikasi terakhir, karena dia turun ke Timika. Dia bercerita, dia sangat hati-hati di sana. Dia tidak berani macam-macam karena jika ada masalah walau sepele akan berujung penumpasan,” ujarnya.

Saat itu, firasat Agus sudah tidak enak. Dia sempat melarang Samuel untuk pergi naik gunung ke lokasi kerjanya di Nduga.

Sekaligus memaksa Samuel untuk menetap di Timika dan mencari pekerjaan lain. Namun Samuel menolak. Samuel beralasan, tidak enak meninggalkan bos dan rekan-rekannya yang sama-sama bekerja di PT Istaka Karya.

“Terakhir telepon itu, dia bilang ditawari kerja borongan membangun sekolah di Timika, saya setuju sekali. Saya bilang tidak usah naik ke Nduga lagi, kerja saja bangun sekolah. Tapi dia bilang tidak enak meninggalkan teman-temannya. Jadi dia naik lagi dan meneruskan pekerjaan bersama PT Istaka Karya,” tuturnya.

Tidak disangka, percakapan itu adalah percakapan terakhir antara Agus dan Samuel. Senin (3/12/2018) Agus mendapat kabar penembakan 31 pekerja PT Istaka Karya di Nduga, Papua, oleh kelompok sparatis.

Dia tidak percaya, dan terus meyakini suaminya masih hidup. Bersama anak-anak dan keluarga lainnya, Agus terus berdoa untuk keselamatan Samuel. Naas, beberapa hari setelah itu, kabar kematian Samuel sampai ke telinganya.

“Hati saya hancur, waktu mendengar kabar penembakan itu. Saya bingung harus menghubungi siapa. Saya tidak tahu lagi, berhari-hari saya nantikan kabar keselamatannya. Waktu bosnya telepon pada hari Rabu, kaki saya seperti sudah melayang,” ungkapnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas