Empat Wanita Aceh Tak Percaya Suaminya Hilang karena Terlibat Terorisme
Para perempuan itu membantah suaminya terlibat dalam jaringan teroris. Mereka berharap suaminya dibebaskan kembali dalam keadaan sehat.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), kembali menerima laporan dari tiga perempuan bercadar yang mengaku kehilangan suaminya, Kamis (20/12/2018).
Mereka yang datang ke Kantor YARA kemarin adalah RA, N, dan J.
Sehari sebelumnya seorang perempuan bercadar berinisial R bersama seorang ibu, Chadijah mengadukan kehilangan suami berinisial HS dan anaknya, kepada Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).
Sama seperti keterangan R, ketiganya juga mengaku sudah seminggu tidak tahu di mana keberadaan suaminya.
Belakangan diketahui, suami mereka ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri karena diduga sebagai teroris.
Adapun suami mereka yang dilaporkan hilang sejak 13 Desember lalu adalah WS suami dari R, DW suami dari RA, MRS suami dari N, dan Ih suami dari J.
Sedangkan Chadijah melaporkan kehilangan anaknya, HS.
Serambi juga mendapat informasi bahwa istri dari DA juga ingin melapor ke YARA, tapi tidak bisa hadir karena baru siap melahirkan.
Baca: Empat Wanita di Aceh Melapor Kehilangan Suami, Diduga Terciduk Densus terkait Isu Terorisme
Di Kantor YARA, para perempuan itu membantah suaminya terlibat dalam jaringan teroris.
Saat datang ke Kantor YARA, RA dan J membawa serta anak-anak mereka yang masih balita.
Sementara dua perempuan lagi, R dan N mengaku sedang dalam keadaan hamil enam dan satu bulan.
Di balik balutan cadar, mereka tak kuasa menahan tangis.
Sambil terisak mereka berharap suaminya dibebaskan kembali dalam keadaan sehat, sebagaimana saat diambil.
Para perempuan yang mengenakan pakaian serba hitam itu meyakini suaminya tidak terlibat dalam jaringan teroris.
"Saya sangat-sangat berharap ingin mengetahui di mana posisi suami saya, karena saya sedang mengandung anaknya. Saya sangat berharap di mana suami saya berada, ada kejelasan. Bagaimana kondisinya, apakah baik-baik saja, apakah ada sesuatu yang terjadi dengan dia," kata R perlahan sambil terisak.
Meski wajah tertutup cadar, suara tangis dan mata sembab tak bisa disembunyikan.
Mereka gelisah karena hingga kini belum diketahui di mana keberadaaan suami mereka.
"Dengan kondisi hamil seperti ini, inginnya (kondisi badan) sehat tapi dengan adanya berita ini membuat pikiran saya terganggu, kesehatan saya terganggu," lanjut R.
Harapan yang sama juga disampaikan N dan J.
Sambil mengendong anak yang ditutupi dengan jilbab besarnya, J bahkan mempertanyakan alasan Densus 88 menuduh keluarganya sebagai peneror.
Sebab, dia mengakui selama ini mereka semua tinggal di satu tempat di Gunung Salak, Aceh Utara, sambil berkebun kopi.
Baca: Dua dari 46 Kantong Kerangka Korban Tsunami yang Ditemukan di Kajhu dalam Kondisi Kosong
"Kami masih baru di sini (Aceh), kita pindah ke sini mau cari ladang, tinggal di pegunungan supaya kita tenang beribadah. Karena kita sama-sama tahu kalau di kota sudah banyak maksiatnya, jadi kami hanya ingin tenang tinggal di pengunungan dengan berkebun di sana," ungkapnya.
"Baru dua bulan kami di sini, gerangan apa mereka menuduh kami peneror. Teror apa yang sudah kami lakukan? Kami hanya ingin hidup tenang di pengunungan, berladang. Gerangan apa mereka sebut kami teroris. Sementara kami tahu suami kerjanya hanya beribadah, bekerja, berladang, tidak melakukan apa-apa," katanya lagi.
Mereka hanya berharap ada kejelasan tentang keberadaan suaminya saat ini. Karena, sejak penangkapan, mereka tidak dikabari dan tidak juga disurati.
Informasi itu baru diketahui setelah beberapa hari kejadian dari istrinya HS.
"Saya ingin benar-benar kejelasan, benar-benar kejelasan," harap R.
Sebelumnya diberitakan, Densus 88 Antiteror Mabes Polri dikabarkan menangkap enam terduga teroris di Aceh beberapa hari lalu.
Informasi yang dihimpun Serambi dari berbagai sumber, keenam terduga teroris yang ditangkap tersebut berasal dari Aceh dan luar Aceh, mereka dibekuk secara terpisah di kawasan Aceh Utara dan Lhokseumawe.
Informasi ini awalnya diketahui Serambi setelah beredarnya selembar surat pemberitahuan penangkapan seorang terduga teroris atas nama DA, warga Kota Langsa.
Surat pemberitahuan penangkapan DA dikeluarkan Mabes Polri pada 13 Desember 2018 dan ditandatangani penyidik atas nama Kepala Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
Dalam surat itu disebutkan, penyidik Densus 88 Antiteror berdasarkan surat perintah penangkapan Nomor SP.Kap/476/XII/2018/Densus menangkap DA, warga Sungai Pauh Pusaka, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa.
Isi surat itu tertulis, berdasarkan bukti yang cukup, DA diduga kuat telah melakukan tindak pidana terorisme dengan sengaja menggunakan ancaman kekerasan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban, menimbulkan kerusakan pada objek vital strategis atau membantu dan menyembunyikan informasi tentang terorisme.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 juncto Pasal 7 atau Pasal 13 huruf (b) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU) RI Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Baca: Penyebab Kematian dr Bagoes Soetjipto Harus Diungkap kepada Publik
Ketua YARA, Safarduddin SH mengatakan, setelah menerima aduan para perempuan itu, dirinya langsung berkoordinasi dengan Tim Pengacara Muslim di Jakarta untuk mendiskusikan langkah yang akan diambil.
Dia mengatakan, ada dua kemungkinan yang akan dilakukan, yaitu mengajukan praperadilan atau melapor ke Komnas HAM.
"Kami sudah ada rencana mengajukan praperadilan atau melakukan pengaduan kepada Komnas HAM. Harapannya, melalui Komnas HAM-lah kita bisa mengakses persoalan seperti ini," katanya kepada wartawan di kantornya, kawasan Gampong Keuramat, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, kemarin.
Safaruddin menyatakan, penangkapan itu terasa aneh bagi dirinya, karena tidak ada surat pemberitahuan kepada pihak keluarga.
Menurutnya, sikap seperti itu akan melukai perasaan keluarga karena orang yang ditangkap memiliki istri dan anak, bahkan ada istrinya yang dalam keadaan hamil.
Baca: Enam Terduga Teroris Ditangkap di Aceh Utara dan Lhokseumawe
"Ini melukai perasaan orang yang sangat dalam. Ibu-ibu ini ada anaknya, ketika kehilangan suami bukan hal yang mudah. Kita hilang hewan ternak saja pusing kepala, ribut, marah, apalagi kehilangan suami yang menjadi tumpuan hidup," kata Safaruddin yang juga Ketua Tim Pengacara Muslim Aceh.
Safaruddin juga mengungkap dirinya juga dihubungi oleh mantan napi teroris (napiter) yang lain dan memberi tahu bahwa mereka yang ditangkap tidak ada hubungannya dengan jaringan teroris.
"Mereka menyampaikan bahwa suami mereka (perempuan bercadar) tidak ada hubungan dengan mereka (mantan napiter) dan mereka prihatin," katanya.
Ketua YARA ini menegaskan, dirinya sangat sepakat ditindak secara hukum bila mereka bersalah, tapi tidak boleh melanggar HAM.
"Paling tidak keluarganya diberi kenyamanan dulu, walaupun ada dugaan pelanggaran hukum, jadi tidak melukai perasaan orang lain. Kami mendukung pelanggaran hukum, tapi jangan melanggar hukum dan melanggar HAM," kata Safaruddin. (mas)
Artikel ini telah tayang di Serambinews.com dengan judul Istri Bantah Suami Terlibat Teroris