Mafia Lahan Tol Medan-Binjai Diduga Palsukan Grant Sultan Minta Rp 321 M untuk Pelepasan Tanah
Polda Sumut menetapkan empat tersangka terkait kasus dugaan pemalsuan grant sultan lahan tol di Tanjungmulia Hilir
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN -Terbengkalainya proyek pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai mengungkap fakta baru. Ternyata pembebasan lahan yang akan dijadikan jalan tol tersebut dikuasai oleh mafia jalan tol.
Polda Sumut menetapkan empat tersangka terkait kasus dugaan pemalsuan grant sultan lahan tol di Tanjungmulia Hilir, yang kini sisa pengerjaannya hanya 800 meter.
Tol Tanjungmulia Hilir merupakan bagian dari proyek Jalan Tol Medan-Binjai. Keempat tersangka tersebut adalah seorang pengacara atas nama Afrizon, dan tiga ahli waris, Tengku Awaluddin, Tengku Azan Khan, dan Tengku Isywari.
Baca: Sesmenpora Diperiksa untuk Kasus Mafia Bola
Baca: Kecelakaan Krisna Adi Diduga Ada Hubungannya dengan Mafia Match-fixing
Saat paparan, Rabu (26/12), hanya tiga tersangka yang hadir. Azan tidak hadir, karena mengalami strok dan dirawat di rumahnya.
Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto menerangkan, modus para pelaku adalah memalsukan fotokopi dokumen grant sultan atas lahan tersebut.
Selanjutnya, pelaku meminta keterangan dari BPN, dan jawaban BPN kemudian dipalsukan, lalu menempelkannya pada dokumen yang dibuat sendiri.
"Jalan Tol Medan-Binjai terkendala karena adanya gugatan perdata. Salah satunya menggunakan grant sultan palsu yang tidak terdata di BPN, hanya fotokopi palsu. Surat dipalsukan, seolah-olah dikeluarkan BPN," katanya saat paparan.
Modus yang dilakukan Afrizon, yakni mengubah isi surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan No 598/12.71-300/VI/2016, tanggal 15 Juni dengan isi Grant Sultan No 254, 255, 256, 258 dan 259 yang sebelumnya memang sudah terdaftar di Kantor Pertanahan Kota Medan.
Tapi, berdasar pernyataan Awaluddin dan Isywari, mereka sama sekali tidak pernah melihat fisik grant sultan tersebut. Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Sumut Bambang Priono, yang juga hadir saat paparan, menjelaskan, permasalahan Tol Medan-Binjai belum dapat dituntaskan karena munculn 11 gugatan perdata di pengadilan.
"Yang digugat 16 hektare dengan meminta uang ganti rugi Rp 321 miliar. Saya sebagai ketua panitia pengadaan tanah. Kalau sempat ini lolos, saya ikut menggembosi negara dan saya juga pasti akan ditangkap Pak Kapolda Sumut. Ini adalah program nasional," kata Bambang.
Kini, proyek pembangunan Tol Medan-Binjai sudah dikerjakan sepanjang 22,825 kilometer, sisanya hanya 2,616 kilometer atau hanya 7,36 persen saja. Munculnya 11 gugatan tersebut, karena ada sembilan sertifikat hak milik (SHM) di atas lahan tersebut.
Usai menghadiri paparan, Kakanwil BPN Sumut langsung meninjau ke lokasi terbengkalainya proyek tol tersebut, tepatnya di Tanjungmulia Hilir.
Berdasar pengamatan Tribun, pada kawasan padat masih berdiri dan dalam proses konsinyasi untuk proses ganti rugi.
Tol dari Binjai ini kini terkendala 800 meter saja untuk tersambung ke pintu masul tol Tanjungmulia.
"Di lokasi yang akan menghubung Tol Medan-Binjai, ditempati para penghuni lahan hak milik orang lain. Ada sembilan SHM yang diduduki/dikuasai 459 penggarap. Ini yang menjadi kendala. Sebenarnya, antara penggarap dengan pemilik sembilan SHM tidak ada masalah, karena kedua pihak sudah sepakat menerima pembayaran dari pemerintah," kata Bambang.
Pembayaran dari pemerintah, yang dimaksud Bambang, adalah proses ganti rugi dengan besaran 70 persen ke penggarap dan 30 persen ke pemilik SHM.
"Pemilik hak milik bersedia menerima 30 persen dan sudah ada yang menandatangani. Yang satu, mencoba melakukan perlawanan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, tapi kalah," ujarnya.
Terkait persoalan hukum, imbuh Bambang, ada gugatan yang diajukan pihak lain berdasar grant sultan, yang tidak terdaftar lagi di BPN.
"Oleh sebab itu, persoalan hukum kami hadapi. Dari 11 perkara yang masuk ke Kanwil BPN Sumut, yang mengaku pemilik berdasarkan grant sultan. Dari 11 gugatan, satu sudah tahap kasasi, empat di pengadilan negeri, satu di pengadilan tinggi. Sedangkan lima gugatan lagi, tiga gugatan telah dicabut, dua lagi dalam proses," ujarnya.
Dalam proses ganti rugi, Kanwil BPN Sumut tidak dapat melakukanya, karena di dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah, apabila tanah berperkara dilakukan konsinyasi atau penitipan uang kepada pengadilan.
"Sebenarnya saya selaku ketua pengadaan tanah mau melakukan konsinyasi. Tapi, nanti pada saat pengosongan terjadi masalah. Karena 459 kepala keluarga kalau dikalikan tiga saja anggota keluarganya, kurang lebih 1.500 orang. Mereka mau tinggal di mana? Pasti dampak sosialnya terjadi di Kota Medan," ujarnya.
Tidak mau terjadi dampak sosial, imbuh Bambang, Kanwil BPN Sumut sebetulnya tidak mau menggiring masalah tersebut ke ranah perdata atau pidana.
Pihaknya justru menerima gugatan dari pihak-pihak yang tidak berkeinginan pembangunan Tol Medan-Binjai lancar. Salah satunya, gugatan yang dilayangkan ahli waris melalui pengacara Afrizon ke PN Medan.
"Saya sudah melakukan kerja sama dengan Kapolda. Telah terungkap empat tersangka, tiga di antaranya sudah ditahan dan satu belum dapat ditahan, karena strok. Yang menjadi persoalan adalah mereka menggunakan alat bukti yang tidak benar. Surat yang dipalsukan dan grant sultan yang tidak terdaftar. Itulah kondisi saat ini. Mudah-mudahan dengan persoalan hukum yang kami lakukan melalui kepolisian, saya imbau masyarakat bekerja sama mendukung program strategis nasional," katanya.
Ia menambahkan, tujuan pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai sebenarnya untuk memudahkan masyarakat yang ingin melakukan perjalanan, khususnya menuju Kualanamu International Airpot (KNIA), dan Kota Tebingtinggi.
"Harus ada ketegasan. Negara enggak boleh kalah sama orang yang menganggu kegiatan pembangunan strategis nasional. Kalau pembiayaan tanah sudah selesai, masyarakat yang masuk Jalan Megawati menuju Kualanamu, dan Tebingtinggi tidak akan lama waktu tempuhnya," ucapnya.
Sementara Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Andi Rian mengatakan, laporan atas kasus tersebut diterima Polda Sumut pada Oktober 2018. Selang dua bulan proses penyelidikan, para pelaku akhirnya dapat diamankan.
Andi menyatakan, para pelaku membuat surat hak lahan yang disengketakan seolah asli dari BPN, agar dapat memeroleh ganti rugi. Maka dari itu, keempat pelaku, ujar Andi Rian akan dipersangkakan dengan Pasal 263 dan 266 KUHPidana dengan ancaman delapan tahun penjara.
"Pemalsuan ini yang buat adalah pengacaranya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, dapat kita lakukan tahap satu dan kita sudah koordinasi dengan kejaksaan," ujarnya.
Andi mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sehingga ada kemungkinan dapat dikembangkan terhadap tersangka lainnya.
"Masih ada enam gugatan lagi kepada tim pengadaan tanah dengan motif grant sultan. Ini yang masih dipelajari," katanya. (ase/akb)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Mafia Lahan Tol Medan-Binjai Minta Rp321 Miliar untuk Pelepasan Lahan, Diduga palsukan Grant Sultan,