Warga Keburu Kirim Foto Bugil ke Penipu, Polda Jateng Minta Segera Melapor
Beberapa korban telanjur mengirim foto bugil kepada penipu, yang melakukan aksinya dengan cara meretas akun media sosial teman korban
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG -- Ditreskrimsus Polda Jateng membuka pintu selebar-lebarnya untuk masyarakat yang merasa dirugikan dengan tindak pidana informasi transaksi elektronik (ITE) terutama bagi mereka yang telah terjebak mengirim foto tanpa busana.
Beberapa korban telanjur mengirim foto bugil kepada penipu, yang melakukan aksinya dengan cara meretas akun media sosial teman korban.
Pelaku berpura-pura menjadi dokter yang meminta foto-foto korban tanpa busana dengan alasan untuk penelitian atau riset kesehatan. Sedangkan pelaku lain meretas akun media sosial, dengan menawarkan lowongan kerja.
Sejumlah korban sudah mengirim persyaratan untuk lowongan kerja, termasuk foto tanpa busana. Pelaku berdalih, minta foto foto pelamar kerja tanpa busana, dengan alasan untuk pembuktian bahwa calon pekerja tidak bertato.
Hal itu hanya modus penipuan saja. Pemilik akun media sosial tidak merasa share lowongan kerja, tiba-tiba dihubungi banyak orang yang menagih kepastian pekerjaan.
Setelah mendapatkan foto bugil, pelaku kemudian minta sejumlah uang kepada pemilik korban. Minta uang sambil ancam akan menyebarkan foto tersebut di media sosial.
"Silakan warga yang menjadi korban melapor ke kami. Saat ini belum ada laporan yang masuk," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Pol Moh Hendra Suhartiyono, beberapa hari lalu.
Setelah laporan masuk, kata dia, pihaknya akan menelaah laporan tersebut. Selanjutnya, ditentukan apakah kasus yang dilaporkan itu bisa diseret ke ranah pidana atau tidak. "Kami akan menelaah dulu laporan yang masuk itu," jelasnya.
Menurutnya, saat melaporkan kasus penipuan foto bugil itu, pelapor bisa membawa bukti berupa tangkap layar (screenshot) percakapan di Whatsapp, media sosial Facebook atau bukti lain yang berhubungan.
"Bawa apa saja yang ada dan kaitannya, akan kami terima dan pelajari," tutur Hendra.
Jika memang terbukti bersalah, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat 1 UU No 19 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang memiliki muatan kesusilaan dengan ancaman hukuman penjara maksimal enam tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Baca: Prabowo: Kita Bisa Produksi Mobil Asli Indonesia, Bukan Mobil Etok-etok
Polisi juga bisa menerapkan Pasal 369 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjerat pelaku jika terdapat ancaman dan kekerasan terhadap korban.
Jangan Mudah Percaya
Fenomena ini mendapat tanggapan DR Rini Sugiarti, Dekan Fakultas Psikologi USM yang juga Doktor Psikologi alumni Unair Surabaya.