Tak Terima Bandar Lampung Dicap Kota Paling Kotor, Wali Kota: Yang Menilai Pura-pura, Pakai Uang
Herman pun membandingkan dengan raihan Piala Adipura pada 2009, ketika ia belum menjabat wali kota.
Editor: Hendra Gunawan
Penilaian penting ada pada pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) yang masih menjalankan sistem open dumping atau pembuangan terbuka.
“Undang-undang kan memandatkan (TPA) sanitary landfill, tapi kami masih melangkah dengan controlled landfill. Kalau TPA masih open dumping tidak kami berikan Adipura,” kata dia.
Penilaian kedua pada kepatuhan penyelesaian dokumen Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga seperti amanat Perpres 97/2017.
Dalam Perpres tersebut, pemerintah daerah diminta menyusun Jakstrada paling lambat Oktober 2018.
Namun hingga kini, menurut Novrizal Thahar, Direktur Pengelolaan Sampah KLHK baru 300 kabupaten/kota dan 16 provinsi yang selesai menyusun Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada).
“Dokumen ini penting sebagai acuan daerah untuk melakukan pengurangan dan pengelolaan sampah sehingga tercapai 100 persen sampah kita terkelola dengan baik,” kata dia.
Terkait risiko pengumuman kota terkotor ini bisa menimbulkan reaksi dari pemerintah daerah, Rosa Vivien mengatakan, pihaknya memiliki kriteria yang jelas.
Selain itu, pihaknya juga mengecek ke lapangan sehingga penilaian berdasarkan fakta dan temuan. (tribunlampug.co.id/kompas.id)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Bandar Lampung Dapat Predikat Kota Besar Terkotor, Wali Kota: Tidak Objektif, Pakai Uang,