Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mitos yang Melahirkan Kampung Pengemis di Jalan Kebun Krumput Banyumas

Sejumlah pengemis duduk di sepanjang jalan raya Kebun Krumput, Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Mitos yang Melahirkan Kampung Pengemis di Jalan Kebun Krumput Banyumas
Tribunjateng.com/Permata Putra Sejati
Satinem dan anaknya yang masih berumur 4 tahun, mengemis disepanjang jalur Kebun Krumput, menunggu uang recehan dari para pengendara. 

Laporan Wartawan Tribun Jateng Permata Putra Sejati

TRIBUNNEWS.COM, BANYUMAS - Sejumlah pengemis duduk di sepanjang jalan raya Kebun Krumput, Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

Sepanjang jalan Kebun Krumput terlihat pohon-pohon karet pinus produktif. Tingginya sekira 10 meter.

Suasana rindang dan asri semakin terasa dengan banyaknya tanaman lain seperti sengon dan mahoni.

Jika ingin berpergian ke arah Yogyakarta melalui Purwokerto dan Kebumen pasti melewati jalur Kebun Krumput.

Pengendara yang baru pertama kali melewati jalur tersebut mungkin akan terheran-heran. Bukan karena pamandangan alamnya yang sejuk, melainkan deretan pengemis duduk  di sepanjang pinggir jalan.

Inilah Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas yang dikenal dengan Desa Pengemis. 

Berita Rekomendasi

Fenomena pengemis di sepanjang jalur Kebun Kruput muncul karena perpaduan antara mitos dan kebiasaan masyarakat. Sudah sejak 1970-an, sering terjadi kecelakaan hampir setiap hari di wilayah tersebut. 

Secara logis kondisi jalanan memang menanjak dan berkelok tajam sehingga rawan terjadi kecelakaan.

Mendapati kondisi yang memprihatinkan dengan banyaknya kecelakaan, warga sering berjaga bergantian jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan.

Pengendara yang melintas dengan selamat, lalu secara sukarela melemparkan uang recehan sebagai wujud terima kasih sekaligus buang sial.

Tetapi, seiring berjalannya waktu banyak pengendara membuang uang receh sebagai bentuk keselamatannya. Mereka melakukan supaya terhindar kecelakaan di jalur Kebun Kruput.

Alhasil uang recehan banyak berceceran di jalan dipunguti warga sekitar. Mereka menganggap itu sebagai berkah hujan uang. Sejak saat itulah semakin banyak warga memanfaatkannya sebagai sarana mengemis. 

Sehari-hari mereka mencari nafkah menjadi pengemis dengan memungut koin yang dilempar pengemudi ketika melintasi jalan tersebut.

Munculah mitos memberikan upeti bagi penunggu jalan. Jika tidak melempar koin maka pengendara yang tidak berhati-hati pasti rawan mengalami kecelakaan.

Bahkan menurut kepercayaan masyarakat setempat mesti dibarengi dengan mengucap “kulanuwun” atau “nderek langkung” yang artinya adalah permisi.

Pengemis di sepanjang jalur Kebun Kruput melakukan pekerjaan tersebut selama 24 jam secara bergantian.

Pagi sampai sore kebanyakan adalah kaum wanita dan anak-anak. Sedangkan malam hari didominasi kaum laki-laki

Hal itu dilakukan supaya tidak terlalu banyak yang duduk di sepanjang jalan.

Contohnya saja Satinem (36) warga Desa Pageralang mengemis mulai pukul 10:00 WIB sampai 17:00 WIB.

"Kalau hari-hari biasa bisa mendapatkan Rp 20 ribu sampai Rp 50 ribu perhari. Jika hari besar seperti lebaran bisa lebih banyak sekira Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu perhari," ujar Satinem.

Satinem membawa serta anaknya yang masih berumur 4 tahun. Anak pertamanya kelas 6 SD sedangkan suaminya adalah pekerja kuli bangunan. Jika sedang tidak ada pekerjaan lain, dia memilih mengemis di jalur Kebun Krumput.

"Saya dan suami adalah pekerja srabutan. Kalau ada orang yang mempekerjakan baru saya berangkat. Misalnya suami saya menjadi tukang bangunan sedangkan saya pembantu rumah tangga," ujar Satinem kepada Tribunjateng.com, Selasa (22/01/2019).

Alasan lain di sampaikan oleh Sami (76) warga Desa Pageralang, Kemranjen.

"Dari pada berdiam diri di rumah, mending saya duduk disini dapat uang. Lumayan uangnya bisa buat tambah-tambah beli kebutuhan pokok," ucap Sami.

Permasalahan pengemis di Kebun Krumput, hingga sekarang belum teratasi. Kebiasaan masyarakat yang sudah sejak lama ditambah dengan minimnya ketrampilan menjadikan mereka tidak mampu terserap ke sektor riil.

"Mereka dari dulu tidak ingin dianggap pengemis. Sehingga kegiatan itu sudah dianggap tradisi dan diturunkan turun temurun. Kalau di razia juga pasti balik lagi," ujar Agus Sriyono selaku Kabid Perlindungan Jaminan Rehabilitasi Sosial (PJRS) Dinsospermades Kabupaten Banyumas.

Pemkab Banyumas masih berupaya menangani masalah pengemis di Kebun Krumput.

Dinsospermades Kabupaten Banyumas melakukan serangkain penanganan masalah pengemis di Kebun Krumput.

Tahap pertama adalah mendata pengemis yang termasuk usia produktif terutama wanita-wanitanya supaya diberikan bekal ketrampilan.

Kemudian anak-anak akan dibina dan dibimbing supaya tidak mengikuti jejak orang tuanya. Bisa melalui pendidikan formal atau pendidikan ketrampilan supaya mereka nantinya dapat bekerja.

Tahap kedua adalah berupaya bekerja sama dengan instansi terkait misalnya kementerian agama untuk memberikan pemahaman terkait spiritual dan mitos-mitos terkait.

Selain itu bekerja sama dengan pihak kampus-kampus di Banyumas dengan nama Campus Social Responsibility (CSR).

Diharapkan mahasiswa dan mahasiswinya nantinya akan ikut mendampingi para pengemis.

Upaya penanganan pengemis di Kebun Krumput juga datang dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banyumas.

"Pemda terus memberikan peluang berupa pelatihan gratis melalui Balai Latihan Kerja (BLK) kepada masyarakat. Memang diakui keterbatasan SDM yang dimiliki menjadi kendala kami dalam mensosialisasikan program ini," ujar Lasmiyati selaku Kasubbag Perencanaan Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Banyumas.

Para pengemis di Kebun Kruput justru menganggap pengguna jalan akan lebih hati-hati jika di pinggiran jalan terdapat banyak pengemis.

Ada atau tidak ada pengemis para pengendara tetap melempar recehan di jalur Kebun Krumput demi keselamatannya masing-masing. Sehingga akan mubadzir jika recehan tersebut tidak diambil.

“Saya sering melintasi jalur Kebun Krumput karena ingin ke arah Kebumen. Sebagai orang Banyumas saya merasa miris melihat kondisi tersebut. Semestinya pemda cepat menangani mereka supaya tidak mengemis lagi, ujar Kemal (25) warga asal Kecamatan Banyumas.

Kemiskinan adalah faktor utama penyebab terus eksisnya pengemis di sepanjang jalan Kebun Kruput. Ditambah rendahnya pendidikan dan minimnya keterampilan menjadikan mereka tidak memiliki potensi.

Mitologi yang kuat membuat mereka kuat bertahan meminta-minta. Meski sudah diberi peringatan melarang memberikan uang kepada pengemis, tetap saja pengendara masih melakukannya dengan alasan sedekah.

Perlunya penanganan pengemis melalui pendidikan informal atau latihan kerja guna meningkatkan peluang mereka di dunia kerja. Selain itu perlu pemahaman secara spiritual keagamaan yang di dukung para tokoh masyarakat sekitar.(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Pengemis di Jalan Kebun Krumput Banyumas, Apa yang Terjadi Jika Pengendara Tak Lempar Koin?

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas