Empat Anak Odha di Semarang Diterima Masuk Sekolah Umum dengan Baik
Lima anak laki-laki dan empat anak perempuan anak dengan HIV/AIDS di Kabupaten Semarang mendapatkan hak sama seperti anak lainnya.
Editor: Sugiyarto
"Kami masih belum memiliki payung hukum yang kuat untuk melakukan pencegahan yang bersifat keharusan.
Sejauh ini masih berupa tawaran dan ajakan pada sukarelawan yang ingin melakukan tes HIV.
"Saat ini kami belum memiliki payung hukum yang kuat dan khawatir akan menyalami hak asasi manusia (HAM) bila tes HIV bersifat memaksa," ujarnya.
Taufik menambahkan, bagi para anak Odha juga mendapatkan pendampingan dan mengonsumsi ARV (Antiretroviral), obat untuk memperlambat virus HIV.
Sayangnya, sebagian pasien, baik orang tua maupun anak-anak mengalami efek samping ARV.
Keluhan yang biasanya timbul seperti gatal-gatal, mual, pusing, bahkan hingga berhalusinasi. Selain efek biologis obat, tiap pasien juga memiliki ketahanan tubuh yang berbeda sehingga efek samping yang ditimbulkan bisa tinggi atau rendah, atau bahakn ada yang mengalami proses adaptasi yang cepat.
Tak hanya itu, durasi konsumsi obat seumur hidup yang sering membuat pasien bosan.
Adanya stigma bahwa PSK yang menjadi perantara persebaran HIV/AIDS, hal tersebut patut diluruskan.
Sejauh ini para PSK di Kabupaten Semarang telah mendapatkan edukasi terkait HIV/AIDS.
Kemudian, bagi PSK yang kemungkinan mengidap HIV/AIDS, ia akan pergi melarikan diri sejauh mungkin.
"Biasanya PSK begitu kedapatan positif akan berusaha semaksimal mungkin melarikan diri," pungkas Taufik.