Kisruh di Unmul, Pakar Hukum: Putusan PTUN Harus Dipatuhi
PTUN dibentuk agar para pejabat tata usaha negara selalu berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Putusan PTUN Samarinda tentang sengketa pemilihan rektor Universtas Mulawarman (Unmul), mendapat tanggapan dari pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad.
Suparji mengatakan, PTUN dibentuk agar para pejabat tata usaha negara selalu berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam setiap pengambilan keputusan.
"Jika sudah ada putusan pengadilan bahwa terjadi kesalahan dalam pemilihan rektor yang cacat hukum, dan memerintahkan untuk diadakan pemilihan ulang, seharusnya ditaati," kata Suparji dalam keterangannya, Senin (25/2/2019).
Jika tidak dilakukan, dikhawatirkan akan timbul ketidakpastian hukum dan kegaduhan di kampus.
Menurut Suparji, suksesi kepemimpinan di kampus harus taat prosedur dan tidak melanggar mekanisme, karena sangat mempengaruhi tata pamong kampus.
"Hendaknya menjadi perhatian utama karena berpengaruh terhadap akreditasi perguruan tinggi. Jika dalam pemilihan rektor ada cacat hukum, maka nilai tata pamongnya akan rendah," ujar Suparji.
Sutarji menyarankan, meski masih ada kesempatan banding, pihak kampus hendaknya mengedepankan itikad baik untuk tidak menunda pemilihan ulang rektor.
Sebelumnya PTUN Samarinda telah memutus gugatan tentang penjaringan Rektor Universitas Mulawarman yang diajukan bakal calon rektor, Asnar, terhadap Panitia Pelaksana Pemilihan Rektor Unmul 2018.
Dalam gugatannya, Asnar merasa mendapat perlakuan diskriminatif dalam proses penjaringan dan pemilihan rektor Unmul 2018. Sehingga ia tidak lolos dalam 3 besar nama calon rektor yang diajukan ke Kemenristekdikti.
Misalnya, Asnar mengaku tidak diberikan kesempatan beraudiensi dengan perwakilan Kemenristekdikti, senat, civitas akademika dan pengunjug lain dalam rapat senat terbuka. Asnar bahkan disuruh turun panggung oleh tergugat dan panitia pemilihan rektor, meski belum selesai memaparkan visi misinya.
Sedangkan dalam pemilihan tersebut, Masjaya sebagai calon petahana, akhirnya kembali terpilih secara aklamasi.
Dalam salinan putusan tertanggal 14 Januari 2019, PTUN Samarinda mengabulkan gugatan Asnar untuk seluruhnya.
PTUN menyatakan tidak sah, keputusan tentang penetapan Senat Unmul, yang memiliki hak pilih dalam rangka penjaringan, penyaringan dan pemilihan rektor Unmul Periode 2018-2022.
Atas dasar itu PTUN menyatakan keputusan Menristekdikti tentang pengangkatan Masjaya sebagai rektor Unmul periode 2018-2022, bertentangan dengan hukum, sehingga cacat hukum dan harus dicabut.
Sebagai konsekuensinya pengadilan memerintahkan senat Unmul selaku tergugat untuk melaksanakan penjaringan, penyaringan, dan pemilihan ulang calon rektor Unmul periode 2018-2022 sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (*)