Cerita Para Penambang Tradisional Mencari Berkah dari Aktivitas Banjir Lahar Dingin di Gunung Merapi
Puluhan penambang tradisional berlomba-lomba mengeruk pasir yang melimpah. Slamet menuturkan sehari mampu mengisi penuh satu bak truk dengan pasir.
Editor: Dewi Agustina
Puluhan penambang tradisional berlomba-lomba mengeruk pasir yang melimpah.
Wajah-wajah semringah jelas terlihat dari penambang tersebut. Maklum pasir dari Kali Woro dikenal memiliki kualitas super, untuk material bangunan.
Slamet menuturkan sehari mampu mengisi penuh satu bak truk dengan pasir.
Pada pagi buta sebelum terbit matahari sudah menancapkan cangkul di timbunan pasir.
Baru pada siang hari dia bersama teman-temannya menyudahi pekerjaannya. Upah mencari pasir sebanyak satu bak truk dirasa cukup.
Dalam sehari, ia bisa mengantongi Rp 150 ribu untuk upah mencari pasir.
Upah itu didapatkan setelah ia dan teman-temannya mengeruk pasir hingga memenuhi bak truk.
Terkadang, mereka bisa memuat pasir ukuran setara dua bak truk. Imbalannya pun dua kali lipat.
Upah sebesar itu, kata dia, jauh lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya.
Ia pernah mendapatkan upah Rp 12.000 dalam sehari dengan mencari pasir setara satu bak truk penuh.
"Memuat satu truk pasir itu saya tidak sendirian, bersama teman-teman, satu kelompok," terangnya.
Peningkatan upah tidak lepas dari kualitas pasir Kali Woro yang dikenal baik karena dari muntahan Merapi.
Bahkan, kata dia, pasir Merapi merupakan terbaik di Indonesia.
Namun, di balik keberkahan itu, ada bahaya yang mengancam.