Kebun Binatang Surabaya Berhasil Tetaskan 74 Anakan Komodo, Sukses Terbesar
Seorang pria paruh baya terlihat paling teliti memperhatikan 74 anakan komodo, di ruang nursery bayi satwa, Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Seorang pria paruh baya terlihat paling teliti memperhatikan 74 anakan komodo, di ruang nursery bayi satwa, Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Dia menggunakan setelan kaus lengan panjang, celana panjang, boot karet, dan topi jenis bucket hat khas keeper satwa.
"Nama saya singkat, Rukin. Tidak ada gelar apapun di depan atau di belakangnya," jawab pria berkulit cokelat itu memperkenalkan dirinya pada Surya.co.id, Selasa (5/3/2019).
Rukin mengaku bertugas mengawasi anakan satwa yang baru menetas atau lahir di ruang nursery bayi satwa. Di mana tak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya.
Tugas barunya kini adalah mengawasi 74 anakan komodo, yang baru saja menetas per Januari hingga Februari 2019 dari 7 induk Komodo koleksi KBS.
Jumlah itu menurut Rukin bukan jumlah yang sedikit. Sejak 2015 silam, 74 anakan adalah jumlah terbanyak proses breeding di KBS.
Bahkan menurut Direktur Utama Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya (PDTS KBS), Chairul Anwar jumlah ini tergolong banyak.
Mengingat di lembaga konservasi satwa lainnya, biasa hanya berhasil menetaskan 15 sampai 25 ekor anakan komodo.
"Jumlah ini menjadi jumlah terbesar. Baru kali ini, biasanya lembaga konservasi paling banyak 15 sampai 25 ekor. Kini total keseluruhan jumlah komodo KBS mempunyai 142 ekor," jelas Chairul.
Keberhasilan breeding 74 anakan komodo di KBS tentu tidak terlepas dari kerja tim nursery terdiri dari dokter dan keeper secara disiplin.
Berikut juga tak bisa lepas dari peran Rukin, yang sudah sabar jadi orangtua bagi para satwa KBS sejak Juli 1996 silam.
"Harus diperhatikan suhu dan kelembapan ruangan. Harus paham pengaturan suhu jangan terlau tinggi dan rendah, kalau selisih 1 derajat Celcius kita stabilkan lagi," kata Rukin menceritakan teknik breeding yang perlu perhatian penuh.
Rukin menceritakan, dari 7 induk komodo sebenarnya ada 114 telur. Namun selama masa inkubasi 6 sampai 7 bulan per bulan Juli 2018 lalu, ada beberapa telur yang harus dimusnahkan karena rusak.
drh Glen, salah satu dokter hewan KBS menambahkan kerusakan telur berpengaruh terhadap telur lainnya. Sehingga setiap saat harus dalam pengawasan.
"Telur yang rusak, retak, sedikit pecah mengeluarkan cairan. Nah cairan itu kalau terkena telur lainnya, bisa menyebabkan kerusakan."
"Sebenarnya kita sangat berat hati juga memusnahkannya, namun tidak ada pilihan lain. Nah untuk atur suhu dan kelembapan ruangan itu, keeper yang tahu detail," kata drh. Glen menambahi cerita Rukin.
Pemusnahan pun tak bisa sembarangan. Semua tercatat dan di bawah pantauan, serta keterlibatan semua stakeholder pihak KBS.
Menurut Rukin menetasnya 74 anakan komodo di KBS berkat kedisiplinan semua pihak, sekaligus jodoh baginya.
Berkali-kali Rukin membagi pengalaman breeding komodo kepada lembaga konservasi lain, namun mereka belum bisa mendapat hasil yang luar biasa.
"Jodoh - jodohan, tapi memang harus beri perhatian penuh," katanya lalu senyum.
Perhatian itu tak berhenti setelah telur-telur menetas. Rukin mengaku tugas barunya adalah menghitung berat, panjang ekor, lingkar dada, lingkar perut, ukuran kepala 74 anakan komodo setiap tiga bulan sekali. Satu per-satu untuk mengetahui perkembangan mereka.
"Ya seperti anak bayi itu, ada jadwal rutin ukur tubuh," sergahnya lalu tertawa kecil, mengingat aktivitasnya seperti merawat bayi manusia pada umumnya.
Belum selesai, yang berkesan lainnya menjadi seorang Rukin, menurut keeper anakan hewan ini adalah saat saat memberikan makan 74 anakan komodo.
Mata tidak boleh terlepas memantau, komodo mana yang sudah dan belum mendapatkan makanan. Mengingat momen makan bersama ini diiringi saling rebut dan tumpuk.
"Sekali makan, kami (keeper) nggak boleh bergerak (lali mengawasi, red) harus sampai habis. Nanti yang belum dapat makan kami sisihkan, kasih makan sendiri, jumlah berat makanannya juga harus tahu, supaya rata. Kasih makannya satu minggu dua kali tiap Rabu dan Minggu," ceritanya antusias, menggambarkan bagaimana tugas keeper satwa harus jeli.
Kini 74 anakan komodo itu dalam keadaan sehat dan memiliki bobot sekitar 100 hingga 150 gram, bayi-bayi itu masih belum boleh keluar dari kandang nursery.
Mereka masih harus di bawah pengawasan keeper agar mendapatkan makanan dan sinar UVB cukup.
Satwa Bertambah Banyak
Chairul Anwar, Direktur Utama Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya (PDTS KBS) mengatajan kini jumlah satwa KBS mencapai 2260 satwa dari 231 jenis satwa.
Kini jumlah komodo KBS mencapai 142 ekor. Chairul mengatakan KBS tetap mengembangbiakkannya di lingkungan sendiri.
"Pertukaran jenis komodo tidak mudah kita lakukan, karena dilindungi UU Perlindungan Satwa No 5 ayat 1990. Segala bentuk tukar-menukar satwa purba jenis reptil harus melalui izin presiden," jelasnya, saat menunjukkan 74 anakan komodo yang berhasil menetas dari 7 Induk komodo di KBS, Selasa (5/3/2019). Jumlah itu lanjut Chairul tentu tidak jadi masalah peledakan populasi komodo di KBS.
"Malah kita senang bisa menetas banyak, terkait infrastruktur bisa dikembangkan," tutupnya.