Perjalanan Theo Zaenuri, Memberdayakan Pecandu Narkoba dan Pabrik Kacamatanya
Pria kelahiran Sidoarjo, 10 Desember 1973 ini punya ide membangkitkan perekonomian, dengan memberdayakan mereka.
Editor: Hendra Gunawan
Saat itu macam bentuk kacamata bertambah, teknologi yang digunakan pun semakin maju.
Engsel yang sebelumnya dari motor bekas yang unik, kini ada pilihan lain yaitu engsel standart kacamata pada umumnya.
"Mereka minta buatkan 100 kaca mata, saat itu pembeli masih dari jaringan saya saja. Dapat pesanan banyak akhirnya kami siapkan peralatan, kemudian bikin kelompok untuk membuat kacamata, jadi sistemnya bukan individu," cerita pria berkulit sawo matang ini.
Di Jalan Kuta Bhaswara II no 27, Polehan, Malang, kelompok Sahawood melangkah perlahan.
Kini mereka terdiri dari 10 orang, berusia kisaran 23 sampai 40 tahunan.
"Harapan kami, ini bisa membuka lapangan pekerjaan, ternyata masih ada persoalan psikologi lainnya," kata Theo sedikit mengeluh.
Persoalan psikologi itu adalah timbulnya pengelompokan, misalnya kelompok wilayah daerah tertentu tidak bisa dijadikan satu dengan kelompok dari daerah lain.
Mantan napi, pengguna narkoba dan HIV/Aids cenderung memilih kelompoknya.
Alasan itulah yang melatarbelakangi jumlah kelompok pekerja Sahawood hingga saat ini.
Mereka yang saat ini masih solid adalah mereka yang berhasil melewati persoalan psikologi kecenderungan berkelompok.
Masing-masing orang perhari bisa mengerjakan dua kaca mata, untuk kacamata dengan engsel standart.
Sementara untuk kaca mata dengan engsel bekas rantai ban perlu proses dua sampai tiga hari.
"Proses pembuatan dimulai dari memotong lembaran kayu 5 sampai 6 atau 7 mili, potong sesuai model, setelah itu banding kayunya, dilengkungkan, diamplas sesuai ketebalannya, karena hand made semua jadi cukup lama," cerita Theo.
Satu kacamata dibadrol dengan harga cukup bervariasi.