Belasan Orang Sudah Meninggal, Mari Tengok Dulu Beratnya Tugas PPS Pemilu 2019
KPU kabupaten kota diangkat dan dilantik oleh KPU provinsi dan KPU provinsi diangkat dan dilantik oleh KPU RI
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Belasan petugas pemungutan suara di Jawa Barat (Jabar) meninggal dunia, diduga karena kelelahan menyiapkan segala kebutuhan terkait Pemilu 2019.
Kabar duka itu menyeruak di tengah kegaduhan saling Klaim para pendukun capres - cawapres.
Petugas PPS merupakan warga biasa di tengah masyarakat yang diangkat dan disumpah untuk bekerja melaksanakan pemungutan suara dengan prinsip jujur, adil, langsung, bebas, umum dan rahasia. Ketua KPPS hanya berhak dua kali periode.
Melihat Undang-undang Pemilu, petugas PPS sendiri berada di bawah KPU kabupaten dan kota. KPU kabupaten kota diangkat dan dilantik oleh KPU provinsi dan KPU provinsi diangkat dan dilantik oleh KPU RI. KPU RI menjalankan kewenangannya di luar kekuasaan pemerintah.
Baca: BPN Prabowo-Sandi : Kami Siap Kalah atau Menang Asal Pemilu Jujur dan Adil
Baca: Dari DKI Hingga Kaltim, Ini Nama-nama Petugas KPPS yang Meninggal saat Bertugas
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-118/MK.02.2016 tentang Penetapan Standar Biaya Honorarium Tahapan Pemilu, upah untuk Ketua KPPS sebesar Rp 550 ribu dan anggota Rp 500 ribu.
Tribun mewawancarai komisioner KPU Purwakarta, Sabtu (20/4) Ramlan Maulana untuk memberikan gambaran umum seberat apa beban kerja petugas PPS. Seperti diketahui, dua petugas PPS di Kabupaten Purwakarta meninggal dunia.
Ramlan mengatakan, tugas dan beban kerja petugas PPS di Pemilu 2019 yang mengagendakan pemilihan presiden, DPRD kota, kabupaten dan provinsi lalu pemilihan DPR dan DPD RI ini lebih berat dibanding Pemilu 2014 yang hanya memilih anggota DPR RI, DPRD kota, kabupaten, provinsi dan DPD RI saja dan untuk Pilpres 2014, digelar usai Pemili Legislatif.
Sehingga, ada jeda waktu untuk istirahat dan berkas administrasinya tidak sebanyak pada Pemilu 2019.
"Petugas PPS bekerja hampir seminggu sebelum hari HA dengan melaksanakan pengumuman dan sosialisasi. Lalu, 3 hari sebelum hari H, harus mendistribusikan surat C 6 yang berisi panggilan memilih. Mereka menyalin nama pemilih di DPT ke C6 secara manual,"ujar Ramlan.
Baca: Kisah Duka Siswi SMK Meninggal Setelah Kelelahan Jadi Saksi Parpol, Honornya Rp 250 Ribu
Baca: Kisah Tragis Rosalina, Mahasiswi Nyambi Jadi PSK, Nasibnya Berakhir di Tangan Sang Muncikari
Mereka juga belum akan merasa tenang jika logistik pemilu belum sampai ke tangan mereka. Misalnya, logistik kotak suara hingga surat suara itu sendiri.
Tidak jarang, proses persiapan itu sudah menguras tenaga, waktu dan pikiran. Belum rehat sejenak, pada hari H, 17 April, mereka sudah membuat TPS dan jam 06.00 mulai bertugas kemudian pukul 07.00 hingga pukul 13.00, mereka melayani proses pemungutan suara.
Kata Ramlan, itu bukan perkara gampang karena pada pelaksanaannya, mereka menemukan sejumlah kendala. Seperti melayani daftar pemilih tambahan (DPTb) atau pemilih pindahan hingga daftar pemilih khusus (DPK), syukur-syukur juga DPTb dan DPK ini syarat administrasinya lengkap, jika tidak, kata Ramlan, menimbukan dilema baru.
"Kalau pemilih sesuai DPT mah kan tinggal masuk, layani, selesai," kata Ramlan.